Setelah Taliban berhasil menguasai Afganistan, harta karun yang tersimpan di negara itu pun turut menjadi sorotan. Negara yang memiliki julukan Graveyard of Empires itu memiliki harta karun berupa tambang mineral yang nilainya hampir US$ 1 triliun atau Rp 14.323 triliun (kurs Rp 14.323).
Lalu sejak kapan dan bagaimana asal usul harta karun itu ditemukan?
Mengutip New York Times, Sabtu (28/8/2021) tambang mineral dengan jumlah fantastis itu pertama kali ditemukan oleh pihak Amerika Serikat (AS) pada 2010. Tambang itu berisi deposit litium dan kobalt, keduanya merupakan komponen utama dalam baterai kendaraan listrik, emas, tembaga, dan bijih besi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut para ahli geologi AS, nilai kandungan mineral itu jauh melampaui cadangan yang diketahui sebelumnya. Tambang itu diyakini bisa mengubah nasib ekonomi Afghanistan. Bahkan para pejabat AS percaya Afghanistan bisa menjadi pusat dunia pertambangan.
Dalam memo internal di Pentagon bahkan menyatakan bahwa Afghanistan dapat menjadi "Saudi Arabia of lithium".
Tambang mineral jumbo di Afghanistan itu ditemukan oleh tim kecil dari pejabat Pentagon dan ahli geologi Amerika. Meskipun dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan industri pertambangan, potensinya sangat besar. Para pejabat dan eksekutif di industri tersebut percaya bahwa hal itu dapat menarik investasi besar dan mampu membuka lapangan pekerjaan yang cukup luas.
Nilai dari deposit mineral yang telah ditemukan itu diyakini pula bisa mengubah motor ekonomi Afghanistan yang selama ini digerakkan oleh produksi opium, perdagangan narkotika serta bantuan dari AS dan negara sekutu. Produk domestik bruto (PDB) Afghanistan sendiri hanya sekitar US$ 12 miliar atau sekitar Rp 171 triliun.
Jauh sebelumnya, yakni pada tahun 2004, ahli geologi AS dikirim ke Afghanistan sebagai bagian dari upaya rekonstruksi yang lebih luas. Tujuannya untuk menemukan serangkaian grafik dan data lama yang menarik di perpustakaan Survei Geologi Afghanistan di Kabul yang mengisyaratkan deposit mineral utama di negara itu.
Mereka segera mengetahui bahwa data telah dikumpulkan oleh para ahli pertambangan Uni Soviet yang sejak perang dingin menguasai Afghanistan pada 1980-an. Namun data itu dibuang begitu saja ketika Uni Soviet menarik diri pada 1989.
Selama kekacauan tahun 1990-an, ketika Afghanistan terperosok dalam perang saudara dan kemudian diperintah oleh Taliban, sekelompok kecil ahli geologi Afghanistan melindungi peta tersebut dengan membawanya pulang. Lalu ketika terjadi invasi AS dan Taliban terusir, data peta mineral itu dikembalikan ke perpustakaan Survei Geologi pada tahun 2001.
(ara/ara)