Jakarta -
Kebijakan moneter alias Tapering yang akan dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat disebut akan mempengaruhi ekonomi sejumlah negara, terutama Indonesia. Ekonom berpendapat kelompok pertama yang akan terkena dampak tapering ini kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Hal itu terjadi karena dampak tapering yang akan melemahkan rupiah dan menguatkan dolar AS, membuat harga komoditas pangan hingga elektronik yang masih impor akan melonjak.
"Dampak tapering ini kan nilai tukar dolar akan naik, berarti harga pangan yang impor itu akan naik. Berarti secara umum inflasi di Indonesia akan naik. Dampaknya kepada masyarakat lapisan bawah, berpendapatan rendah, mereka yang terkena duluan dan paling parah. ," kata Managing Director of Political Economic and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, kepada detikcom, Jumat (3/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengingat banyak komoditas bahan pangan setengah jadi, barang modal masih impor. Menurutnya semua harga barang itu akan naik. Dampaknya daya beli masyarakat juga akan turun.
"Ekonomi indonesia akan lebih lambat lagi di tengah pandemi, karena kan daya beli akan menurun, kalau kita biasanya beli 10 barang jadi 9,5 barang saja," ungkapnya.
Kemudian, dihubungi terpisah Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan efek tapering yang akan menaikan harga barang impor akan menyebabkan pendapatan masyarakat tergerus. Bahkan menambah penduduk yang masuk ke jurang kemiskinan.
"Bagi masyarakat kelas menengah atas mungkin lebih berdampak ke berkurangnya simpanan, atau perilaku menahan belanja. Tapi bagi kelas menengah kebawah, efeknya ke penambahan jumlah penduduk miskin," ujarnya.
Selain itu, karena akan ada kenaikan harga seperti gandum, gula, daging sapi dan beras yang sampai saat ini masih impor. Dampaknya juga kepada pedagang, mereka akan ikut menaikan barang dagangannya.
"Dampaknya luas pedagang makanan akan menaikkan harga sebagai kompensasi naiknya biaya bahan baku," imbuhnya.
Tidak hanya bahan pangan, Bhima membenarkan barang-barang elektronik seperti handphone hingga laptop yang masih banyakan impor juga akan naik. Dia mengatakan pemerintah dan Bank Indonesia harus bisa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terutama dalam menghadapi dampak tapering off The Fed.
"Memastikan distribusi pangan dan pasokan terjaga. Kunci untuk mengurangi ketergantungan impor melalui kenaikan produktivitas pangan nasional. Bantuan pemerintah ke sektor pertanian sejauh ini kalah dengan bantuan sektor usaha lain seperti otomotif yang mendapat potongan PPNBM 0%," tutupnya.
Sebagai informasi, tapering merupakan kebijakan dari bank sentral yang mengurangi pembelian aset seperti obligasi (surat utang). Kebijakan ini merupakan kebalikan dari kebijakan yang namanya pelonggaran quantitative easing (QE). Tapering itu kabarnya akan dilakukan oleh Bank sentral AS, The Fed.
Dengan adanya tapering, The Fed akan mengurangi suntikan uang ke pasar dan akan menaikkan suku bunga acuan. Jika itu terjadi maka para investor dunia yang memiliki uang jumbo akan menarik uangnya yang mereka sebar ke negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka akan kembali menempatkan uangnya di AS karena dianggap menguntungkan.
Nah ketika dana asing keluar dalam jumlah yang besar dampaknya bisa menjalar kemana-mana. Salah satunya yang akan berdampak pada Indonesia nilai rupiah akan melemah.
Ketika rupiah melemah terhadap dolar, sudah dipastikan barang-barang hasil impor maupun barang-barang yang bahan bakunya didatangkan dari luar negeri kemungkinan akan ikut naik.