AS-China Memanas di Tengah Pandemi, Ada Motif Ekonomi

AS-China Memanas di Tengah Pandemi, Ada Motif Ekonomi

Aulia Damayanti - detikFinance
Senin, 13 Sep 2021 12:30 WIB
AS dan China: Mengapa hubungan mereka lebih dari sekadar Perang Dingin kedua?
Foto: BBC World
Jakarta -

Munculnya kembali isu Wuhan, Hubei, China di tengah pandemi virus Corona, sangat mungkin dimainkan Amerika Serikat. Negara Biden dituding memainkan isu asal muasal merebaknya virus Corona itu sebagai upaya menekan Beijing.

Bagaimana pun AS khawatir dengan China yang dalam 20 tahun terakhir telah tumbuh menjadi salah satu negara maju dengan skala ekonomi kedua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat.

Bahkan diprediksi dalam 5-6 tahun ke depan ekonomi Beijing itu akan melampaui AS, yang selama ini menjadi kampiun dunia. Dengan posisi seperti itu, sangat mungkin Negara Paman Biden itu, berada di balik isu yang kerap memojokkan China. Termasuk memainkan isu asal muasal virus Corona dari Wuhan, Hubei, yang kembali ramai itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat politik Ali Nurdin melihat Amerika memainkan berbagai isu untuk 'mengganggu' China. Menurut Doktor Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran ini, AS khawatir kalau China sudah menjadi raksasa ekonomi dunia, Beijing akan semakin memainkan peran politik dan pertahanannya secara internasional sehingga merongrong dominasi AS. Karena itulah AS melalui berbagai cara berASha menghambat pertumbuhan ekonomi China.

Data yang ada menunjukkan, pertumbuhan ekonomi China selama ini rata-rata di atas 6 persen per tahun, sedangkan AS hanya berkisar 2 persen, sehingga ada prediksi bahwa skala ekonomi China akan melampaui AS pada 2028. Melihat berbagai indikator yang ada, sangat mungkin terjadi posisi Amerika bakal tergeser dengan dominasi ekonomi Beijing tersebut.

ADVERTISEMENT

"Kekhawatiran Amerika itu sangat jelas. Jika dengan dominasi ekonominya itu, China sampai memainkan peran politik, dan pertahanan, yang memang secara geopolitik sangat mungkin terjadi. Karena itulah berbagai cara dimainkan untuk menghambat ekonomi China," kata Ali Nurdin, yang juga dosen Universitas Mathla'ul Anwar Banten kepada pers, Kamis (9/9/2021).

Ali Nurdin dimintai tanggapan terkait kembali memanasnya isu Wuhan itu. Tetapi, munculnya kembali isu Wuhan yang melibatkan WHO, juga tidak bisa dilepaskan dari tekanan domestik AS --masyarakat, termasuk Senat-- yang melihat China lebih diuntungkan dari merebaknya pandemi COVID-19. Antara lain karena perdagangan vaksin asal China yang langsung merajai dunia. Lainnya, karena dalam perang dagang dengan China, Paman Sam terus mengalami defisit.

Menurut Ali Nurdin, perang dagang antara AS dan China antara lain dipicu oleh defisit neraca perdagangan Amerika, yang jumlahnya fantastis: minus US$ 418 miliar (2018), US$ 344 miliar setahun kemudian, dan tahun lalu, US$ 310 miliar (2020). Nah, reaksi atas kekalahan itu, AS kemudian melakukan berbagai tindakan untuk mengurangi komoditas China masuk ke negaranya. Mulai dari pengenaan tarif, mengeluarkan daftar hitam perAShaan China, sampai menggagas UU yang melarang impor produk dari Xinjiang China.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Makin marah saja Amerika. Karena, meski jumlah defisit perdagangan AS terus menurun dalam beberapa tahun terakhir, namun angka defisitnya masih cukup jumbo, mencapai US$ 187 miliar pada Januari-Juli 2021. Ekspor China ke AS rata-rata mencapai US$ 450 miliar per tahun, sedangkan impor China hanya berkisar sepertiganya.

Tetapi, yang selama ini jarang disebut adalah adanya investasi langsung dari AS di China. Jangan kaget. Jumlahnya terus naik dalam 3 tahun terakhir, hingga mencapai US$ 124 miliar (2020). Selain itu, terdapat ratASn ribu warga Amerika bekerja di perAShaan-perAShaan China. Sedangkan China menanamkan investasi UDS40 miliar (2020). Jadi, sebetulnya kedua negara saling membutuhkan dalam konteks perdagangan dan investasi.

Tetapi, China tidak bisa menyembunyikan kemarahannya setelah Negeri Paman Sam cenderung terus mengusiknya. Yang paling mutakhir, soal isu Wuhan, Hubei, yang kembali muncul berkaitan dengan pandemi virus Corona. World Health Organization (WHO) didukung Amerika berASha membuka kembali penyelidikan dengan alasan untuk mengusut asal muasal virus SARS-CoV-2 itu.

China tentu tak tinggal diam. Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) mendesak penelusuran terkait asal virus Corona yang menyebabkan pandemi COVID-19 itu diperluas ke berbagai negara, termasuk Amerika Serikat. Ini respons atas laporan intelijen AS yang dianggap tidak meyakinkan. Lembaga ini menyatakan, AS telah memobilisasi aparat intelijennya, bukannya lembaga profesional, untuk menyelidiki asal-usul virus Corona baru.

Laporan AS tentang asal-usul COVID-19 yang dibuat tim intelijen AS dan dirilis sebagian pada Jumat (13/8/2021), mengatakan bahwa komunitas intelijen AS tetap terbelah terkait kemungkinan asal COVID-19. Wakil Menteri NHC, Zeng Yixin, mengatakan, melacak asal-usul COVID-19 adalah pekerjaan ilmiah. Oleh karena itu, pemerintah China selalu menyatakan, pekerjaan itu harus dengan cara ilmiah. China menentang untuk mempolitisasinya.

Dilaporkan bahwa para ahli internasional dari misi bersama WHO-China pada studi asal mengatakan tidak ada bukti yang mendukung teori kebocoran laboratorium dan meningkatkan hipotesis ini menunjukkan, studi asal dipolitisasi. Ini menguatkan argumen China soal adanya binatang kelelawar yang membawa vaksin Corona itu ke manusia, sampai kemudian meluas seperti saat ini.

Sekali lagi, bagi China, studi asal-usul virus itu adalah masalah ilmiah yang membutuhkan kerja sama ilmuwan global. Ini adalah konsensus mayoritas negara dan komunitas sains. Langkah AS yang mengandalkan aparat intelijennya alih-alih ilmuwan untuk melacak asal-usul COVID-19 dinilai hanya akan merASk studi asal-usul berbasis sains dan menghambat upaya global untuk menemukan sumber virus Corona tersebut.


Hide Ads