Sri Mulyani Usulkan RUU Keuangan Pusat-Daerah ke DPR, Ini Isinya

Sri Mulyani Usulkan RUU Keuangan Pusat-Daerah ke DPR, Ini Isinya

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 13 Sep 2021 15:48 WIB
Poster
Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (RUU HKPD). Hal itu pun sudah disetujui oleh DPR dan DPD RI untuk dilanjutkan pembahasannya.

Sri Mulyani mengatakan RUU HKPD ini mengintegrasikan peraturan terkait perimbangan keuangan yang diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 dengan peraturan terkait pajak daerah dan retribusi daerah dalam UU Nomor 28 Tahun 2009.

"Diperlukan kebijakan baru yang harusnya berorientasi pada kinerja dan perbaikan kapasitas perbaikan daerah dalam meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (13/9/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jumlah jenis pajak dan retribusi daerah yang tergolong banyak saat ini dinilai menimbulkan permasalahan dari sisi kepatuhan, baik dari masyarakat maupun dunia usaha karena menimbulkan biaya administrasi dan ekonomi yang tinggi. Melalui RUU HKPD, jumlah jenis rasionalisasi retribusi akan dipangkas dari 32 menjadi 18 layanan.

Salah satu jenis retribusi yang akan dihapuskan pemerintah di antaranya retribusi izin gangguan atau hinder ordonantie (HO). Untuk pajak daerah, yang berbasis pada transaksi mulai dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, dan pajak parkir akan digabungkan ke dalam 1 jenis pajak yakni pajak barang dan jasa tertentu (PBJT).

ADVERTISEMENT

"Jadi dia memasukkan semua menjadi 1 jenis. Ini menyelaraskan objek pajak pusat dan pajak daerah. Ini juga menyederhanakan administrasi perpajakannya dan memudahkan pemantauan pemungutan pajak yang makin terintegrasi di daerah," tutur Sri Mulyani.

Selain itu, RUU HKPD juga mengusulkan pengenaan pajak alat berat dan penyesuaian ketentuan pajak penerangan jalan. Hal tersebut dilakukan karena adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Bersambung ke halaman berikutnya

Pemerintah juga mengusulkan opsen atas pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB). Opsen PKB dan BBNKB akan menjadi hak pemkab/pemkot, sedangkan opsen pajak MBLB akan menjadi hak pemprov.

"Sebagai sumber penerimaan baru provinsi, (opsen pajak MBLB) ditujukan untuk memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di daerah," jelas Sri Mulyani.

Atur Ulang Penyaluran DBH

Sri Mulyani mengatakan DBH sumber daya alam (SDA) pada RUU HKPD akan dibagikan kepada daerah penghasil SDA dan juga kabupaten/kota yang berbatasan langsung dengan pemda penghasil SDA.

"Tujuan redesain DBH ini untuk meminimalkan vertical imbalance dan juga untuk penguatan aspek kepastian alokasi, kinerja daerah, dan memperhatikan aspek eksternalitas kewilayahan," katanya.

Dalam memperhitungkan alokasi DBH SDA, pemerintah pusat akan memperhitungkan kinerja daerah dalam mendukung penerimaan negara dan usaha yang dilakukan oleh pemda dalam melakukan perbaikan lingkungan yang terdampak oleh aktivitas eksploitasi.

Selain itu, pengalokasian DBH yang diusulkan oleh pemerintah pada RUU HKPD adalah berdasarkan realisasi penerimaan yang dibagihasilkan pada 2 tahun sebelumnya. Dengan begitu dinilai akan memberikan kepastian alokasi DBH kepada pemda sekaligus memitigasi potensi terjadinya deviasi antara alokasi dan realisasi DBH.

"Untuk menghindari deviasi antara alokasi dan realisasi DBH yang menimbulkan repetisi kurang bayar atau lebih bayar DBH yang kemudian menimbulkan potensi SILPA di daerah," tuturnya.

Dalam RUU HKPD, termasuk akan diatur batasan maksimal belanja pegawai di masing-masing daerah sebesar 30%. Besaran minimum belanja infrastruktur yang termasuk dalam belanja modal juga dibatasi sebesar 40%.

Batasan belanja pegawai itu merupakan cara pemerintah pusat menguatkan dan mendisiplinkan belanja tiap daerah dari tahap perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan. Meski begitu, usulan di atas masih perlu dibahas dengan DPR RI.

"Pengaturan batasan belanja seperti belanja pegawai maksimum 30% dan infrastruktur 40% pasti membutuhkan sebuah masa transisi karena ada beberapa daerah yang deviasinya cukup besar. Jadi dalam hal ini kita membahas bagaimana transisi bisa dirancang, namun tujuannya makin membuat belanja produktif," pungkasnya.



Simak Video "Ekonomi RI Naik 7,07%, Sri Mulyani: Mesin Pertumbuhan Mulai Pulih"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads