Pro Kontra Kebijakan Anies Larang Rokok Dipajang di Rak

Pro Kontra Kebijakan Anies Larang Rokok Dipajang di Rak

Siti Fatimah - detikFinance
Rabu, 15 Sep 2021 08:05 WIB
ILUSTRASI BUNGKUS ROKOK
Ilustrasi/Foto: Detikcom/Rachman Haryanto
Jakarta -

Seruan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal larangan memajang bungkus rokok tuai pro dan kontra. Kebijakan itu masuk dalam salah satu poin Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok.

"Tidak memasang reklame rokok atau zat adiktif baik di dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor), termasuk memajang kemasan/bungkus rokok atau zat adiktif di tempat penjualan," dalam seruan tertanggal 9 Juni 2021 tersebut.

Pengusaha menilai kebijakan tersebut terlalu berlebihan jika hanya diterapkan di minimarket. Dewan Penasehat Hippindo Tutum Rahanta mengatakan, kebijakan tersebut kurang tepat dilakukan saat rokok jadi salah satu barang yang boleh diperjualbelikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami fokuskan adalah kenapa barang yang tidak dilarang dijual harus ditutupin. Even di luar negeri pun betapa ketatnya pengontrolan rokok, mereka tidak menutupi, mereka hanya membatasi cara mendapatkannya," kata Tutum saat dihubungi detikcom, Selasa (14/9/2021).

Menurutnya, pemerintah tidak adil dalam menentukan kebijakan tersebut. Dia mengatakan, minimarket kini seolah-olah menjual barang terlarang.

ADVERTISEMENT

"Ini yang disoroti hanya kami sebagai toko modern kan. Sedangkan penjualan nggak ada 5% penetrasi pangsa pasarnya. Tapi kan berita ini seakan-akan kami penyebar utama penjual rokok. Tidak bisa kami hanya menjualkan produk sebelah yang memang tidak dilarang tapi satu sisi kami seakan-akan menjual produk yang dilarang dan saya rasa kurang tepat," ujarnya.

Lihat juga video 'Gudang Rokok Ilegal di Babel Digerebek Polisi':

[Gambas:Video 20detik]



Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin memilih untuk berada dalam sikap netral. Meski demikian, dari sisi penyedia barang atau bukan produsen, dia mempertanyakan apakah rokok tersebut haram.

"Pertanyaan saya apakah barang yang dijual ini termasuk barang haram bukan sih? Kan itu pertanyaannya," katanya.

Kemudian, ia mempertanyakan apa tujuan yang dicapai. Dia berpandangan, semakin barang ditutupi justru malah membuat masyarakat penasaran. "Masalahnya kebiasaan orang Indonesia, kebiasaan kita nih, semakin sulit dicari, semakin dicari," katanya.

Di lain pihak, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengapresiasi langkah DKI untuk menutup display rokok. Meski begitu, langkah ini tidak serta merta akan mengurangi jumlah perokok.

"Hal ini harus dilakukan secara intensif, jangan cuma sekali kali doang," kata Tulus.

Dia berpesan agar para pedagang mematuhi aturan tersebut. Bukan cuma di Indonesia, menutupi rokok di tempat berjualan juga berlaku di banyak negara lain. Dengan ditutupi, menurut Tulus, paparan produk rokok pada anak-anak akan bisa dikurangi. Sedangkan untuk menurunkan jumlah perokok secara keseluruhan, menurutnya jalan masih panjang.

"Perlu waktu dan intensitas untuk bisa menurunkan jumlah perokok," pungkasnya.


Hide Ads