Sebuah surat atas nama Pengawas Ujian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Novi Khassifa viral di media sosial. Surat itu ditujukan untuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.
Seperti dilihat detikcom, Jumat (17/9/2021), surat itu bercerita soal guru yang mengikuti seleksi PPPK. Surat itu juga dilengkapi tangkapan layar chat WhatsApp dengan narasi jika guru tersebut berusia 57 tahun.
Diceritakan, guru tersebut memiliki pendapatan kurang dari Rp 500 ribu sebulan. Untuk memenuhi kebutuhannya, guru itu terpaksa mencari pendapatan tambahan dengan bekerja serabutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun ini, secercah harapan muncul karena pemerintah membuka seleksi PPPK. Harapannya, guru memiliki kehidupan yang lebih layak.
"Tetapi tahukah mas menteri? Soal-soal yang mas menteri berikan hanya teori belaka saja. Tak sebanding dengan praktik pengabdian berpuluh-puluh tahun lamanya," bunyi isi surat tersebut.
Ujian dengan menggunakan mouse komputer membuat guru itu kesusahan. Alhasil, passing grade pun tak bisa diraih.
"Akhirnya, PASSING GRADE pun tak diraih. Pecahlah tangis beliau di dalam hati. Terlihat jelas ketika nilai-nilai itu terpampang di layar monitor. Beliau terdiam seribu bahasa," ujarnya.
Melalui surat itu, ia pun berharap Nadiem memberikan keringanan agar guru tersebut mendapatkan kehidupan yang layak.
"Sudi kiranya mas menteri memberikan keringanan untuk melihat beliau bisa menikmati masa tua dengan sepatu dan kehidupan yang layak," imbuhnya.
PGRI buka suara. Cek halaman berikutnya.
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rasidi membenarkan banyak guru honorer yang tidak lolos seleksi PPPK. Dia mengaku banyak menerima laporan tersebut.
Dia pun menjelaskan, seleksi PPPK ini sudah dinantikan para honorer, bahkan dari puluhan tahun yang lalu. Namun, dia menilai seleksi PPPK ini tidak berpihak untuk honorer, terutama yang telah lama mengabdikan diri.
"Tapi kebijakan itu sungguh tidak berpihak kepada honorer, beda sekali dengan kebijakan dua tahun sebelumnya. Dua tahun sebelumnya adalah waktu K2, adalah rekrutmen berdasarkan, dipisah honorer itu diutamakan 35 tahun ke atas PPPK, dites sesama honorer, dan mereka yang daerah terpencil," katanya kepada detikcom.
Sementara, seleksi saat ini dipukul rata. Pihaknya sendiri sebenarnya sudah menolak hal tersebut.
"Jadi bagi yang tua, yang sudah puluhan tahun, diperlakukan sama, sungguh tidak manusiawi, sungguh tidak mempunyai hati. Bahwa daerah-daerah yang jauh, komitmen guru untuk mendidik anaknya jauh lebih penting daripada semua hal yang gimik-gimik tes ini. Dan harusnya dibedakan berdasarkan usia dan masa kerja," paparnya.
Isi lengkap surat ke Nadiem di halaman berikutnya.
Berikut surat terbuka yang viral tersebut:
Yang terhormat,
Mas menteri
Nadiem Makarim
Tak adakah rasa ngilu di dalam dada mas menteri melihat sepatu tua yang lusuh ini?
Memang benar sepatu tua ini terlihat bermerek, tetapi tahukan ini hanya sepatu loak apkiran
Tahukah Mas menteri,
Sepatu ini telah dipakai bertahun-tahun lamanya oleh si empunya
Seorang bapak dengan pakaian putih lusuh dan celana hitam yang warnanya sudah tak hitam lagi karena pudar.
Mendekati usia senja masih setia mengajari anak-anak di pelosok negeri ini membaca dan mengeja
Di saat putus pengharapan untuk mendapatkan hidup yang lebih layak. Beliau tetap semangat. Tak sekedar mengajar tetapi mendidik
Gaji di bawah lima ratus ribu sungguh tak cukup untuk makan sebulan. Apalagi untuk membeli sepatu
Terpaksa di saat pulang mengajar beliau mencari pendapatan tambahan sebagai pekerja serabutan
Tahun ini mas menteri memberikan secercah harapan untuk beliau. Program PPPK untuk memberikan harapan kehidupan yang lebih layak
Tetapi tahukah mas menteri? soal-soal yang mas menteri berikan hanya teori belaka saja. Tak sebanding dengan praktik pengabdian berpuluh-puluh tahun lamanya
Soal-soal yang membuat beliau terseok-seok ketika memegang mouse dan membuat kepalanya pening
Akhirnya, PASSING GRADE pun tak diraih. Pecahlah tangis beliau di dalam hati. Terlihat jelas ketika nilai-nilai itu terpampang di layar monitor. Beliau terdiam seribu bahasa.
Entahlah, apa yang dipikirkan. Melihatnya sayapun ikut terisak.
Memang benar beliau tak secerdas, sejenius, sekreatif mas menteri. Tetapi beliaulah yang menjadi pelita di tengah gulita buta aksara di pelosok negeri
Memang benar beliau tak pandai teknologi, tetapi tanpa teknologi beliau mampu membuat anak-anak negeri ini merangkai kata dari A hingga Z. Berhitung hal-hal dasar untuk memahami hidup
Memang benar para muridnya sebagian besar menjadi TKI dan TKW. Tapi tahukah mas menteri, bukankah mereka juga merupakan pahlawan penghasil devisa negara tercinta ini?
Beliau mempunyai andil yang besar dalam membangun negeri tercinta ini.
Sudi kiranya mas menteri memberikan keringanan untuk melihat beliau bisa menikmati masa tua dengan sepatu dan kehidupan yang layak
Tak usah diperumit
Jika tidak ada kebijakan untuk mengangkat derajat mereka, setidaknya di surga besok sepatu ini akan menjadi saksi bahwa ilmu yang beliau ajarkan sangat bermanfaat untuk keberlangsungan umat
Dari saya,
Novi Khassifa
Pengawas ruang PPPK
Ditulis dengan berurai air mata