Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta perusahaan angkutan barang menerapkan sistem manajemen keselamatan. Ini karena angkutan barang yang digunakan perusahaan kerap over dimensi dan overload atau ODOL.
"Salah satu masalah yang dihadapi oleh penyelenggara angkutan barang adalah kendaraan yang over dimensi dan overload atau ODOL. Saat ini kami sedang mendorong penerapan sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Barang, di mana setiap perusahaan angkutan wajib membuat, melaksanakan, dan menyempurnakan sistem manajemen keselamatan," jelas Budi Karya dalam keterangan tertulis, Kamis (23/9/2021).
Hal ini disampaikan Budi Karya dalam Webinar Keselamatan Transportasi bertema 'Meningkatkan Keselamatan Angkutan Barang di Jalan' dalam rangka peringatan Harhubnas 2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengungkapkan, hingga saat ini, angkutan barang melalui jalur darat masih mendominasi sistem logistik, dengan porsi peran mencapai 90% dari total moda transportasi. Sehingga dibutuhkan kebijakan yang tepat guna agar angkutan barang di jalan aman, selamat, lancar, dan tertib.
"Sejumlah kebijakan telah kami lakukan misalnya dengan penegakan hukum seperti transfer muatan, tilang elektronik, normalisasi kendaraan, dan penindakan penyidikan dalam rangka mencapai target program zero ODOL di tahun 2023," ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya melalui Ditjen Perhubungan Darat telah menargetkan Zero ODOL pada tahun 2023. Tujuannya untuk menurunkan angka kecelakaan yang melibatkan angkutan barang, mempertahankan umur jalan dan menghindari kerusakan dini jalan, serta menciptakan biaya operasional yang lebih rendah.
Ia melanjutkan untuk mewujudkan target tersebut, telah dilakukan dan dikembangkan sejumlah kebijakan dan program dalam upaya mengatasi permasalahan keselamatan angkutan barang. Di antaranya pengembangan aplikasi E-manifest yang dapat mengetahui pola pergerakan angkutan barang berbasis aplikasi; hingga pengembangan aplikasi E logbook yang dapat mengetahui unjuk kerja pengemudi seperti waktu kerja, waktu istirahat, dan penggantian pengemudi.
Selain itu, penerapan Global Positioning System (GPS) untuk mengetahui perilaku pengemudi, penerapan Sistem Manajemen Keselamatan (SMK) untuk meningkatkan efektivitas perlindungan keselamatan dan meningkatkan kepuasan pelanggan; Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu standar pencapaian kinerja angkutan barang (kompetensi pengemudi, kelengkapan fasilitas kendaraan, tarif angkutan barang, pembatasan umur kendaraan, dan lain sebagainya); serta program pelatihan bagi awak kendaraan barang khusus (angkutan barang berbahaya).
Budi Karya melanjutkan dalam merumuskan kebijakan yang tepat, diperlukan keterlibatan para pemangku kepentingan lainnya, mulai dari kementerian/lembaga terkait, perusahaan angkutan barang, organisasi/asosiasi angkutan barang, dan masyarakat.
"Momentum Harhubnas ini merupakan waktu yang tepat bagi para insan transportasi menunjukkan kolaborasi yang baik antar pemangku kepentingan. Untuk membuat suatu perubahan dan mencari terobosan dalam mengatasi berbagai permasalahan di sektor transportasi, termasuk angkutan barang," ungkap dia.
Turut hadir dalam webinar ini Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi dan Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono, Kombel Pol. Abrianto Pardede dari Korlantas Polri, Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Pindad Sigit Puji Santosa, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan, dan Ogik Giarno dari PT 3M.
(prf/hns)