Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tegas menolak penetapan upah minimum kabupaten (UMK) 2022 berdasarkan UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) No 35. Buruh meminta penetapan upah minimum dilakukan oleh pemerintah daerah (Pemda). Mendorong hal itu, buruh berencana melakukan aksi di seluruh Indonesia.
"KSPI akan mengorganisir aksi-asi penolakan UMK 2022 dan meminta Bupati/Wali Kota untuk menetapkan upah minum tidak menggunakan UU Cipta kerja atau PP 35, dan menetapkan upah minimum kelompok sektoral oleh Bupati dan Wali Kota menggunakan Perda," kata Presiden KSPI Said Iqbal, dalam konferensi pers, Rabu (29/9/2021).
Aksi ini akan dilakukan di oleh serikat buruh di 34 Provinsi dan hampir ada di 400 Kabupaten/Kota. "Tentu daerah-daerah yang banyak industri-industri saja, dari 400 itu serempak aksi di kantor Kabupaten/Kota," ungkapnya.
Penetapan upah minimum oleh Pemda didorong, karena Pemda dinilai memiliki hak untuk menetapkan upah di atas upah minimum yang ditetapkan pemerintah pusat.
"Bupati/Wali Kota bisa menetapkan upah sektor industri. Bentuknya upah minum kelompok industri, jenis usaha, upah di atas upah minimum. Apapun namanya diserahkan kepada Bupati/Wali kota," ungkapnya.
Nilai upah minimum 2022 diharapkan naik rata-rata 7-10%. Permintaan kenaikan upah minimum itu berdasarkan survei terhadap peningkatan harga-harga komoditas di pasar dari berbagai daerah. Dari beberapa komoditas yang naik, terjadi kenaikan harga rata-rata 7-10%.
"Dengan demikian, KSPI meminta penetapan UMK 2022 setara kenaikan 7-10% atau dengan kata lain penetapan UMK 2022 tidak dengan UU Cipta Kerja atau PP No 35. Itu survei menggunakan survei kebutuhan hidup layak (KHL)," tutupnya.
(fdl/fdl)