Dihubungi terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan status utang RI saat ini sudah lampu merah. Dia khawatir rasio utang ini masih terus bertambah, mengingat pemerintah masih mengalami banyak tantangan dalam menangani defisit APBN.
"Jumlah utang ini ada konsekuensinya terhadap rasio utang ke depannya. Batasannya 60%, diprediksi 2 atau 3 tahun ke depan terjadi pelebaran radio utang di atas 60%, 70% apakah 80%," tuturnya.
Kemudian, berkaitan dengan AS yang diprediksi gagal bayar utang. Bhima menyebut juga keadaannya berbeda meski Indonesia juga akan terdampak. Karena AS menjadi negara yang berpengaruh dalam ekonomi global.
"Pemerintah AS juga memberikan pinjaman kepada negara lain termasuk ke Indonesia. Artinya, utang AS memiliki kekuatan secara ekonomi dan politik terhadap negara lainnya. Sementara utang Pemerintah Indonesia kan tidak digunakan untuk pinjaman negara lain, lebih digunakan untuk keperluan domestik," ungkapnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Status utang pemerintah yang meningkat ini juga sempat dibahas oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia mengakui rasio utang memang cenderung meningkat.
Namun dia menilai itu merupakan hal yang wajar mengingat situasi pandemi yang terjadi. Lalu, dia juga mengatakan kenaikan utang juga dialami oleh semua negara.
"Rasio utang memang naik, namun ini kita tidak sendirian, hampir semua negara rasio utangnya naik," ucapnya dalam acara Forum Indonesia Bangkit, Rabu (29/9/2021).
(das/hns)