Utang Pemerintah Tembus Rp 6.625 Triliun, Bahaya Nggak Sih?

Utang Pemerintah Tembus Rp 6.625 Triliun, Bahaya Nggak Sih?

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 30 Sep 2021 15:38 WIB
utang pemerintah indonesia
Foto: Ilustrasi Utang Pemerintah (Tim Infografis Fuad Hasim)
Jakarta -

Persoalan beban utang jadi sorotan publik. Misalnya, Amerika Serikat yang terancam gagal bayar utang hampir Rp 400 ribu triliun.

Nah, di Indonesia, pemerintah pun memikul beban utang yang besar. Mengutip data APBN KiTa September 2021 yang dirilis Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah per akhir Agustus 2021 berada di angka Rp6.625,43 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 40,85%.

Berdasarkan data tersebut, posisi utang pemerintah pusat naik sebesar Rp55,27 triliun apabila dibandingkan posisi utang akhir Juli 2021. Penyebabnya adalah kenaikan utang dari Surat Berharga Negara
Domestik sebesar Rp80,1 triliun sementara utang Surat Berharga Negara dalam valuta asing turun sebesar Rp 15,42 triliun. Hal yang sama terjadi juga untuk pinjaman, di mana terjadi penurunan sebesar Rp9,41 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ekonom Center of Reform of Economics (CORE), Yusuf Rendi Manilet mengatakan meski tidak bisa dikomparasikan antar keadaan utang RI dan AS, tetapi jumlah utang yang dimiliki RI saat ini harus diwaspadai oleh pemerintah.

"Kalau level bahaya memang tidak bisa dikomparasikan secara langsung AS dan Indonesia karena rasio utang terhadap PDB sudah mencapai sekitar 129%. Sementara Indonesia masih jauh di bawahnya. Dengan adanya framework keberlanjutan fiskal tentu peningkatan utang Indonesia menjadi sesuatu hal yang perlu diwaspadai oleh pemerintah," kata dia kepada detikcom.

ADVERTISEMENT

Ada sejumlah konsekuensi yang harus menjadi perhatian pemerintah. Pertama, meningkatnya beban pembayaran bunga utang pada pos belanja pemerintah. Selama 5 tahun terakhir, menurut data proporsi belanja bunga utang pada pos belanja pemerintah pusat mengalami peningkatan.

"Pada tahun 2014, proporsi belanja bunga utang mencapai 11% terhadap total belanja pemerintah pusat namun pada akhir 2020 meningkat berada pada kisaran 19%," jelasnya.

Selain itu, jatuh tempo utang dan resiko volatilitas dari pengambilan utang juga harus diperhatikan. Apalagi rasio pembayaran pajak yang menjadi salah satu sumber pembayaran utang, tahun ini tengah menurun akibat pandemi COVID-19.

Masih soal kondisi utang pemerintah. Langsung klik halaman berikutnya.

Dihubungi terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan status utang RI saat ini sudah lampu merah. Dia khawatir rasio utang ini masih terus bertambah, mengingat pemerintah masih mengalami banyak tantangan dalam menangani defisit APBN.

"Jumlah utang ini ada konsekuensinya terhadap rasio utang ke depannya. Batasannya 60%, diprediksi 2 atau 3 tahun ke depan terjadi pelebaran radio utang di atas 60%, 70% apakah 80%," tuturnya.
Kemudian, berkaitan dengan AS yang diprediksi gagal bayar utang. Bhima menyebut juga keadaannya berbeda meski Indonesia juga akan terdampak. Karena AS menjadi negara yang berpengaruh dalam ekonomi global.

"Pemerintah AS juga memberikan pinjaman kepada negara lain termasuk ke Indonesia. Artinya, utang AS memiliki kekuatan secara ekonomi dan politik terhadap negara lainnya. Sementara utang Pemerintah Indonesia kan tidak digunakan untuk pinjaman negara lain, lebih digunakan untuk keperluan domestik," ungkapnya.

Status utang pemerintah yang meningkat ini juga sempat dibahas oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia mengakui rasio utang memang cenderung meningkat.

Namun dia menilai itu merupakan hal yang wajar mengingat situasi pandemi yang terjadi. Lalu, dia juga mengatakan kenaikan utang juga dialami oleh semua negara.

"Rasio utang memang naik, namun ini kita tidak sendirian, hampir semua negara rasio utangnya naik," ucapnya dalam acara Forum Indonesia Bangkit, Rabu (29/9/2021).


Hide Ads