Keringanan Pengemplang di UU Pajak: Denda Dikurangi-Sanksi Pidana Dihapus

Keringanan Pengemplang di UU Pajak: Denda Dikurangi-Sanksi Pidana Dihapus

Anisa Indraini - detikFinance
Kamis, 07 Okt 2021 16:25 WIB
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly
Foto: Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. (Andhika-detikcom)
Jakarta -

Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) baru disahkan dalam paripurna DPR RI. Salah satu aturan di dalamnya memberikan keringanan bagi para pengemplang pajak.

Keringanan bagi pengemplang pajak ini terlihat dari sanksi administrasi atau denda yang diberikan menjadi lebih rendah. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan sanksi ini telah diselaraskan dengan moderasi sanksi administrasi dalam UU Cipta Kerja.

Keringanan pertama, diturunkannya sanksi administrasi dari 50% menjadi 30% bagi wajib pajak yang tidak patuh. Ini berlaku bagi pengemplang pajak yang diketahui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan langsung membayar pajaknya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sanksi setelah keberatan diturunkan dari 50% menjadi 30% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar," kata Yasonna dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (7/10/2021).

Keringanan kedua, sanksi administrasi pajak bagi wajib pajak yang ditemukan oleh DJP tidak patuh dan tidak langsung membayarkan, sehingga dilanjutkan ke tahap pengadilan. Sanksi untuk pengemplang pajak ini diturunkan menjadi 60%.

ADVERTISEMENT

"Sedangkan sanksi setelah banding di Pengadilan Pajak (dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung) diturunkan dari 100% menjadi 60% dari jumlah pajak yang masih harus dibayar," tuturnya.

Dalam UU HPP, pemerintah juga tak akan mempidanakan pengemplang pajak yang tidak taat meski kasusnya sudah sampai di pengadilan. Pengemplang pajak cukup hanya mengganti kerugian negara ditambah sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

"Perubahan UU KUP mengatur tentang penegakan hukum pidana pajak yang mengedepankan ultimum remedium melalui pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengganti kerugian pada pendapatan negara ditambah sanksi, walaupun kasus pidana perpajakan sudah dalam proses penuntutan di sidang pengadilan, dan tidak akan dilakukan penuntutan pidana penjara," tegasnya.

Lihat juga video 'Silmy Karim Ungkap Akal-akalan Importir Baja Hindari Pajak':

[Gambas:Video 20detik]



Kenapa sanksi pidana dihapus? Cek halaman berikutnya.

Dengan dihapusnya sanksi pidana bagi pengemplang pajak, kata Yasonna, demi menjaga situasi tetap kondusif di masyarakat dan dunia usaha.

"Pemerintah dapat memahami usulan fraksi di DPR agar kewenangan penyidik pajak untuk menangkap dan menahan tersangka yang diusulkan oleh pemerintah, tidak perlu dimasukkan dalam RUU ini, untuk menjaga situasi tetap kondusif di masyarakat dan di dunia usaha," jelasnya.

UU HPP juga mengatur mengenai kerja sama penagihan pajak antarnegara berupa pemberian bantuan penagihan aktif baik kepada negara mitra maupun permintaan bantuan penagihan pajak kepada negara mitra yang dilakukan secara resiprokal.

Selain itu, prosedur persetujuan bersama Mutual Agreement Procedures (MAP) antara otoritas pajak Indonesia dan negara mitra tetap dapat ditindaklanjuti walaupun terdapat Putusan Banding dan Peninjauan kembali, sepanjang objek yang diajukan MAP tidak diajukan banding atau peninjauan kembali oleh wajib pajak.

"Hal tersebut mencerminkan bahwa sistem perpajakan Indonesia senantiasa berupaya menjamin hak wajib pajak dan menyesuaikan dengan International best practice," terang Yasonna.


Hide Ads