Ada 'Orang Kuat' di Balik Mulusnya Tax Amnesty Jilid II

Ada 'Orang Kuat' di Balik Mulusnya Tax Amnesty Jilid II

Tim detikcom - detikFinance
Kamis, 07 Okt 2021 16:30 WIB
Perusahan sekuritas yang ditunjuk menampung dana repatriasi tax amnesty membuka gerai di BEI, Jakarta. Gerai-gerai itu mengkampanyekan program
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Program tax amnesty jilid II bakal hadir lagi di Indonesia per 1 Januari 2022. Program pengampunan pajak itu bernama pengungkapan sukarela wajib pajak. Hal itu menyusul disahkannya Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Program ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan secara sukarela atas harta yang belum dilaporkan dalam program pengampunan pajak 2016-2017 maupun dalam SPT Tahunan 2020.

Program tax amnesty sendiri memang wajarnya dilakukan sekali dalam waktu yang sangat lama dalam sebuah negara. Indonesia sendiri pada tahun 2016-2017 lalu sudah menjalankan program ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah sejak wacana tax amnesty jilid II ini bergulir, beberapa ekonom menduga ada 'orang kuat' yang mendorongnya dan membuat program ini mulus untuk berjalan.

Dalam catatan detikcom, ekonom senior Faisal Basri paling keras bicara soal 'orang kuat' tersebut, bahkan dia blak-blakan soal siapa saja orang-orang di balik kebijakan ini. Ada sosok menteri dalam kabinet hingga organisasi pengusaha.

ADVERTISEMENT

Faisal Basri pernah menyatakan sejak tax amnesty pertama di medio 2016-2017 yang lalu, ada beberapa 'orang kaya' yang cuek dan tidak ikut mendaftar. Setelah program itu selesai, orang-orang ini baru tersadar bila di kemudian hari Ditjen Pajak Kementerian Keuangan bisa mengejar harta mereka lagi yang tidak dilaporkan.

"Kan tax amnesty 2016-217 itu sudah selesai, nah si kaya ini ada yang cuek dengan tax amnesty, dia nggak ikut. Sekarang baru sadar bisa diburu sama Ditjen Pajak karena dendanya 300% kan, Bisa miskin mereka. Bisa tinggal 10% kekayaan mereka itu nyisa," ungkap Faisal Basri dalam diskusi Indef secara virtual, Minggu (4/7/2021) lalu.

Dia juga menyatakan sebetulnya selama ini usulan tax amnesty jilid II tidak pernah diusulkan Kementerian Keuangan. Bahkan usulan itu pun tak pernah masuk ke dalam RUU reformasi perpajakan.

Dari pemerintah yang mendorong pengampunan pajak jilid II adalah kantor Kemennko Perekonomian yang juga disokong para pengusaha dari Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia.

"Saya sih respect dalam konteks ini, kalau tax amnesty itu bukan dari Kemenkeu, tidak ada dari draf RUU KUP Kemenkeu. Tapi ini diminta dimasukkan oleh Menko Perekonomian," papar Faisal Basri.

"Rencana ini didorong juga oleh Kadin Indonesia. Jadi masih ada perusahaan dan pengusaha bandel yang merasa di-backup," katanya.

Simak juga video 'Ekonom soal Tax Amnesty Jilid II: Banyak Mudaratnya':

[Gambas:Video 20detik]



Berlanjut ke halaman berikutnya.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan program tax amnesty jilid II memang perlu ditelusuri apa yang ada di belakangnya. Apakah rencana kebijakan tersebut murni inisiatif pemerintah atau ada hal-hal politis yang melatarbelakanginya.

"Memang harus perlu ditelusuri apakah memang ini posisi inisiatif bener-bener katakanlah pemerintah, atau hal politik yang melatarbelakangi sehingga tax amnesty diberlakukan," kata Tauhid ketika dihubungi detikcom, Senin (4/10/2021) lalu.

Apalagi menurutnya belakangan ini baru saja ada fenomena jumlah tabungan di atas Rp 5 miliar alias tabungan orang kaya meningkat dengan signifikan.

"Pasti gimana caranya saya nggak kena pajak lebih tinggi. Yaudahlah akhirnya diberlakukan tax amnesty tapi skema tarifnya memang lebih rendah dibandingkan 2017 atau 2016 yang lalu," kata Tauhid.

Sementara itu, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah menilai kebijakan ini akan menurunkan kredibilitas pemerintah. Apalagi, pemerintah sebelumnya membujuk wajib pajak untuk ikut tax amnesty dan akan memberikan hukuman bagi mereka yang tidak patuh terhadap pajak.

Menurutnya, rencana tax amnesty jilid II ini menunjukkan pemerintah tidak konsisten. Hal ini pun beresiko menurunkan kepatuhan wajib pajak di masa depan.

"Pengampunan pajak tersebut menurunkan kredibilitas pemerintah. Dulu saat tax amnesty pemerintah membujuk wajib pajak untuk ikut tax amnesty dengan iming-iming stimulus bagi yang patuh. Di sisi lain memberikan hukuman kepada yang tidak patuh, tidak ikut tax amnesty apabila terbukti ada ketidakpatuhan pajak," kata Piter kepada detikcom.

"Sekarang pemerintah tidak konsisten, tidak ada tindak lanjut hukuman tersebut," lanjutnya.


Hide Ads