Ini Biang Kerok Harga Telur Anjlok yang Bikin Peternak Gelar Aksi

Ini Biang Kerok Harga Telur Anjlok yang Bikin Peternak Gelar Aksi

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 11 Okt 2021 14:59 WIB
Para pekerja melakukan perawatan rutin di peternakan ayam petelur di Blitar, Jawa Timur, (2/2/2021). Peternakan ayam petelur masih menjadi primadona untuk menopang ekonomi masyarakat Blitar di sektor pertanian. Sejarah peternakan telur di Blitar dimulai pada era 80an dan terus tumbuh hingga saat ini. (ARI SAPUTRA/detikcom)
Ilustrasi/Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Para peternak ayam dari berbagai daerah melakukan sederet aksi di Jakarta. Para peternak protes harga telur ayam terus turun dan membuat merugi.

Menurut pantauan Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) harga telur saat ini mencapai Rp 14.000-17.000 per kilogram (kg). Harga tersebut jauh sekali dari harga acuan telur di dalam Permendag No.07/2020 yakni sebesar Rp 19.000-21.000 per kg.

Ketua Pataka Ali Usman mengatakan jebloknya harga telur di pasaran disebabkan kelebihan pasokan. Disinyalir hal itu terjadi karena beberapa perusahaan besar ikut budi daya ayam petelur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan aturan dari Kementerian Pertanian, pelaku usaha integrasi alias perusahaan besar hanya boleh melakukan budi daya sebanyak 2% saja, sedangkan 98% ditujukan untuk peternak rakyat. Namun yang terjadi lebih besar dari itu.

"Saat ini pelaku usaha integrasi mengusai ayam petelur mencapai 15% secara nasional. Pasokan telur berlebih sehingga harga telur anjlok sejak awal September," ungkap Ali Usman dalam keterangannya, Senin (11/10/2021).

Menurutnya banyak peternak ayam juga melakukan afkir dini alias mengurangi produksi ayam petelur karena tidak mampu menanggung kerugian yang berkepanjangan. Hal ini banyak dilakukan oleh peternak di Blitar dan Kendal.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, jebloknya harga telur tidak dapat dihindari karena daya beli masyarakat turun akibat PPKM di berbagai daerah. Apalagi, industri hotel, restoran, dan kafe alias horeka yang cukup banyak menyerap telur ikut menahan pesanannya. Hal ini membuat pasokan telur berlebih di tengah masyarakat.

"Banyak horeka ditutup. Padahal serapan pasarnya cukup tinggi," kata Ali Usman.

Pemerintah harus apa? Cek halaman berikutnya.

Oleh karena itu, untuk menstabilkan harga ayam hidup dan telur hingga akhir tahun 2021, Ali menyarankan pemerintah menyerap ayam dan telur dari peternak untuk digunakan sebagai bansos masa PPKM. Bansos selain distribusi kepada masyarakat terdampak COVID-19.

Selain protes harga telur yang turun, peternak juga protes harga jagung yang meroket terus. Bagi para peternak tingginya harga jagung di pasaran membuat mereka keteteran.

Pasalnya, sebagian besar peternak ayam petelur merupakan peternak mandiri dan membutuhkan jagung sebagai bahan campuran pakan. Jumlahnya bahkan lebih besar dibandingkan peternak ayam pedaging, sehingga dengan kenaikan harga jagung membuat biaya produksi mereka meroket.

Alvino Antonio, Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) mengatakan saat ini harga sarana pokok produksi peternak mandiri sangat tinggi tetapi harga jual telurnya kelewat murah.

"Ini sangat merugikan para peternak rakyat mandiri," kata Alvino dalam keterangannya.



Simak Video "Harga Anjlok, Peternak di Tasikmalaya Bagi-bagi Telur 2,5 Ton"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads