Baru-baru ini, nelayan menolak kenaikan Harga Patokan Ikan (HPI) hingga pungutan hasil perikanan (PHP). Kenaikan biaya tersebut tertuang dalam dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 2021. Karena aturan itu, kenaikan sejumlah harga ikan mencapai 200-400%.
Menanggapi hal itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan, sudah puluhan tahun aturan tarif tidak berubah. Saat ini berubah karena menyesuaikan harga-harga barang dan inflasi.
"Kita memiliki 124 pelabuhan, kita kumpulkan harga-harga ikan dari 2019-2020 kita lengkap datanya. Kita juga membandingkan dengan harga 2021 dengan perhitungan dengan badan riset kita formulasikan Kepmen 86 Tahun 2021 dengan HPI jadi rata-rata nasional," kata Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan DJPT KKP Trian Yunanda, dalam konferensi pers virtual, Kamis (14/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengaku aturan itu memang membuat sejumlah harga ikan naik cukup signifikan, mulai dari tuna, kerapu, kakap, hingga cumi.
"Kalau tuna kenaikannya 2-2,5% saya nggak mau bilang naiknya 200-300% kesannya wah. Jadi kalau 10 tahun naik 2-2,5 kali lipat saya kira ini harga yang wajar. Cumi yang kenaikan luar biasa. Jadi kenaikan cukup tinggi. Tetapi kewenangan kita diawasi. Itu harga tersebut itulah yang ada di dalam rancangan Kepmen," ungkapnya.
Lebih lanjut, Trian mengatakan protesnya dari kalangan nelayan dan pelaku usaha muncul setelah peraturan sudah ditetapkan. Meski demikian, pihak KKP tetap merespons protes dari nelayan dan mengatakan akan meninjau ulang aturan tarif tersebut.
"Sudah sewajarnya kami menerima aspirasi dan konsultasikan tentang HPI dengan harga-harga yang kita terima. Nanti setelah pertemuan ini kita kaji kembali harga yang pantas, konsultasi ini dihadiri oleh pelaku udaha 500 peserta hadir dari asosiasi juga," tuturnya.
Pengusaha buka suara. Berlanjut ke halaman berikutnya.
Simak Video "Menteri Trenggono Jelaskan Makna Logo Baru KKP"
[Gambas:Video 20detik]