Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan 12 maladministrasi dalam tata kelola cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Perum Bulog. Temuan ini bermula dari indikasi beras pemerintah yang mengalami turun mutu dan polemik importasi beras.
"Kami menemukan 12 temuan, intinya indikasi awalnya dimulai adanya beras yang turun mutu, polemik impor. Oleh karena itu kami memasuki kajian ini dan akhirnya kami temukan beberapa hal," kata Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam penyampaian Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman dilihat virtual, Senin (18/10/2021).
Dari 12 temuan tersebut, dibagi dalam lima ruang lingkup. Pertama ruang lingkup perencanaan dan penetapan CBP yang terdapat dua temuan, yakni tidak adanya perencanaan pangan nasional dan terkait tata kelolanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ternyata kita tidak ada perencanaan pangan nasional dan tidak ada jumlah penetapan CBP," beber Yeka.
Kedua ruang lingkup pengadaan CBP, di mana ada tiga temuan yakni tidak memadainya teknologi pendukung pasca panen, tidak optimalnya pengadaan beras dalam negeri, dan tidak adanya standar terkait indikator dalam pengambilan keputusan importasi beras.
Ketiga ruang lingkup perawatan dan penyimpanan CBP terdapat dua temuan. Dalam hal ini Ombudsman menemukan tidak cermatnya pencatatan perawatan dan tidak teraturnya penyimpangan CBP di gudang Perum Bulog.
Yeka mengatakan kondisi ini terjadi karena gudang yang digunakan Perum Bulog bukan gudang khusus untuk penyimpanan beras atau bahan pangan, melainkan gudang biasa seperti pada umumnya. "Tadi ini sudah disampaikan alasannya ini karena gudang yang digunakan bukan gudang beras tapi gudang pada umumnya," tuturnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Simak Video "Saran Ombudsman untuk Menko Perekonomian dan Bulog soal Impor Beras"
[Gambas:Video 20detik]