Nah Lho! Ada Maladministrasi Cadangan Beras Pemerintah yang Dikelola Bulog

Nah Lho! Ada Maladministrasi Cadangan Beras Pemerintah yang Dikelola Bulog

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 18 Okt 2021 16:54 WIB
Pemerintah berencana impor beras 1 juta ton. Dirut Perum Bulog Budi Waseso pun buka-bukaan soal kondisi ratusan ribu ton beras impor yang belum terpakai.
Ilustrasi/Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan 12 maladministrasi dalam tata kelola cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Perum Bulog. Temuan ini bermula dari indikasi beras pemerintah yang mengalami turun mutu dan polemik importasi beras.

"Kami menemukan 12 temuan, intinya indikasi awalnya dimulai adanya beras yang turun mutu, polemik impor. Oleh karena itu kami memasuki kajian ini dan akhirnya kami temukan beberapa hal," kata Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam penyampaian Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman dilihat virtual, Senin (18/10/2021).

Dari 12 temuan tersebut, dibagi dalam lima ruang lingkup. Pertama ruang lingkup perencanaan dan penetapan CBP yang terdapat dua temuan, yakni tidak adanya perencanaan pangan nasional dan terkait tata kelolanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ternyata kita tidak ada perencanaan pangan nasional dan tidak ada jumlah penetapan CBP," beber Yeka.

Kedua ruang lingkup pengadaan CBP, di mana ada tiga temuan yakni tidak memadainya teknologi pendukung pasca panen, tidak optimalnya pengadaan beras dalam negeri, dan tidak adanya standar terkait indikator dalam pengambilan keputusan importasi beras.

ADVERTISEMENT

Ketiga ruang lingkup perawatan dan penyimpanan CBP terdapat dua temuan. Dalam hal ini Ombudsman menemukan tidak cermatnya pencatatan perawatan dan tidak teraturnya penyimpangan CBP di gudang Perum Bulog.

Yeka mengatakan kondisi ini terjadi karena gudang yang digunakan Perum Bulog bukan gudang khusus untuk penyimpanan beras atau bahan pangan, melainkan gudang biasa seperti pada umumnya. "Tadi ini sudah disampaikan alasannya ini karena gudang yang digunakan bukan gudang beras tapi gudang pada umumnya," tuturnya.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Keempat ruang lingkup pelepasan CBP terdapat empat temuan, yakni tidak efektifnya kebijakan HET dan tidak adanya target market yang jelas dari pasar CBP. Target pasar Perum Bulog juga saat ini semakin kecil karena pemerintah telah mengganti program pembagian beras kepada masyarakat dengan bantuan langsung tunai dan bahan sembako yang lain.

"Tidak ada target dalam CBP ini Bulog jadi kehilangan pasar, program KPHS (Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga) ini tidak efektif," jelasnya.

Lalu, Ombudsman juga menemukan sulitnya proses pengajuan disposal dari beras yang kualitasnya turun dan tidak efektifnya penggantian CBP stok yang menggantung.

"Bayangkan 200 ribu ton yang diajukan dari 2019 sampai sekarang belum selesai. Ini yang menjadi fokus, tapi bukan berarti kami meniadakan kerja-kerja cerdas dan cepat dari para instansi terkait," imbuhnya.

Kelima soal ruang lingkup pembiayaan CBP. Ombudsman mencatat permasalahan kebijakan pembiayaan CBP tidak mendukung tata kelola CBP. Perum Bulog harus menanggung bunga tinggi di tengah mekanisme pencairan atau pembayaran pemerintah yang prosesnya panjang.

Yeka meminta masalah tata kelola CBP ini harus segera diselesaikan. Hasil temuan ini harus ditindaklanjuti pemerintah dalam 30 hari kerja ke depan.

"Secara undang-undang selama 30 hari kerja setelah diterbitkan LAHP ini harus ada upaya perbaikan meskipun itu dalam bentuk rencana kerja," kata dia mengakhiri.



Simak Video "Saran Ombudsman untuk Menko Perekonomian dan Bulog soal Impor Beras"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads