Cerita Pembudi Daya Ikan: Gara-gara Melek Teknologi, Bisnis Naik 2 Kali Lipat

Cerita Pembudi Daya Ikan: Gara-gara Melek Teknologi, Bisnis Naik 2 Kali Lipat

Tim Detikcom - detikFinance
Minggu, 24 Okt 2021 13:09 WIB
Seorang santri memberi pakan ikan koi yang dibudidayakan di Pondok Pesantren Al Barokah, Samben, Gunting, Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, Kamis (1/4/2021). Selain belajar tentang ilmu agama, para santri juga belajar budi daya ikan koi yang bertujuan agar para santri dapat bekal ilmu dalam mengembangkan usaha secara mandiri. Hasil budi daya ikan koi tersebut dijual dari harga Rp25 ribu per ekor hingga Rp7 juta per ekor tergantung ukuran dan motif ikan koinya. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/foc.
Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
Jakarta -

Digitalisasi di sektor perikanan kini dinilai jadi hal yang mutlak untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Tanpa digitalisasi, ekonomi pun tidak akan berkembang di zaman yang bersandar pada kemajuan teknologi ini.

Kepala Perwakilan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) Rajendra Aryal mengakui pencapaian Indonesia dalam menjaga ketahanan pangan melalui peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi konsumsi pangan pokok, penguatan cadangan pangan dan sistem logistik, memperbanyak tenaga ahli pertanian, serta pengembangan pertanian modern lewat teknologi.

Menurutnya inovasi teknologi dan digitalisasi seperti e-agriculture yang dikembangkan oleh akademisi dan industri di Indonesia mampu membantu petani dan konsumen mengatasi masalah kerawanan pangan, masalah gizi, dan berkurangnya sumber daya alam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal itu pun terbukti, CEO eFishery, Gibran Huzaifah mengatakan, penerapan teknologi membawa dampak positif terhadap kehidupan petani dan nelayan. Termasuk di industri perikanan yang digeluti perusahaannya.

"Ketersediaan nutrisi yang terjangkau dan proses produksi pangan yang berkelanjutan bisa menjadi solusi untuk masalah ini. Dan perikanan punya potensi sangat besar untuk mengambil peranan penting dalam mewujudkan hal tersebut," kata Gibran dalam keterangan resminya, Minggu (24/10/2021).

ADVERTISEMENT

Salah satu bentuk penerapan teknologi di sektor perikanan adalah penggunaan aplikasi eFihseryKu. Aplikasi ini merupakan aplikasi koperasi digital sebagai pendukung bisnis budidaya ikan di Indonesia. Dengan menggunakan data dan teknologi, eFishery berkomitmen membantu para pembudidaya ikan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas budidayanya, lebih mudah untuk mendapatkan permodalan, serta mendapatkan akses untuk memperluas pasar.

Salah satu daerah di Indonesia yang melek teknologi dalam praktik budidaya perikanan adalah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Kabupaten ini termasyhur sebagai daerah penghasil ikan konsumsi seperti patin, lele, gurami, tombro, nila hitam, dan tawes. Tercatat ada 12.220 orang pembudidaya ikan yang menggantungkan mata pencahariannya dari ikan konsumsi di 12 kecamatan seperti Ngunut, Rejotangan, Sumbergempol, Boyolangu, Kedungwaru, Ngantru, dan Kauman. Sedangkan untuk budidaya ikan di air deras bisa ditemui di Kecamatan Pagerwojo dan Sendang.

Meskipun tinggal di daerah berstatus Sentra Perikanan Budidaya, para pembudidaya ikan dari Tulungagung tidak lepas dari masalah klasik tingginya biaya produksi akibat harga pakan yang mahal. Padahal pakan merupakan komponen utama dalam struktur budidaya perikanan. Ditambah dengan cukup
seringnya ikan hasil panen tidak bisa dijual akibat fluktuasi harga yang cenderung merugikan pembudidaya.

Mau dengar cerita nelayan, baca di halaman berikutnya

Hal tersebut dijelaskan oleh Muktasim, salah seorang pembudidaya ikan patin dari Tulungagung. Dalam kondisi sulit seperti itu, ia menuturkan, para pembudidaya tidak memiliki pilihan lain kecuali menjual ikan dengan harga yang ditentukan sepihak oleh pembeli.

Kondisi seperti itu tidak asing karena Muktasim sudah mengalaminya sejak 1996 lalu, saat dirinya pertama kali menekuni profesi sebagai pembudidaya ikan. Hal tersebut berubah sejak 2019, ketika seorang temannya memperkenalkan metode budidaya ikan berbasis teknologi yang diusung eFishery.

"Bergabung dengan eFishery ada banyak manfaat yang saya rasakan. Terutama mereka memberikan
solusi masalah pakan berupa efisiensi pakan menggunakan mesin pelontar otomatis dan pinjaman pakan, serta membantu membuka jaringan pemasaran," ujar Muktasim.

Muktasim menjadi satu dari 18.000 pembudidaya ikan yang telah tergabung dalam ekosistem eFishery. Ia telah diperkenalkan dengan beragam teknologi akuakultur yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan usahanya.

Contohnya seperti eFisheryFeeder Ikan, yaitu mesin pemberi pakan ikan otomatis yang dapat dikontrol melalui ponsel mereka. Dengan eFisheryFeeder Ikan, Muktasim bisa dengan mudah mengatur jadwal pemberian pakan dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan ikan. Tidak hanya itu, setiap pakan yang dikeluarkan melalui eFisheryFeeder akan tercatat secara otomatis sehingga pembudidaya dapat terus memantau pengeluaran pakan setiap hari tanpa harus mencatat secara manual.

Berkat pemanfaatan teknologi tersebut, Muktasim yang awalnya memiliki hanya 15 kolam patin, dalam 2 tahun terakhir mampu menambah jumlah kolam budidayanya menjadi 35 kolam. Sehingga hasil panen yang diraup oleh Muktasim mampu mencapai 10 hingga 15 ton ikan patin per bulan, dari yang sebelumnya hanya berkisar 5 ton per bulannya.



Simak Video "Video: Perjuangan Nelayan Palestina Membangun Kembali Mata Pencariannya"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads