Tarif tes Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) masih menjadi sorotan publik. Kali ini datang dari pihak organisasi buruh
Presiden Partai Buruh sekaligus KSPI, Said Iqbal meminta pemerintah menetapkan harga PCR menjadi Rp 100 ribu. Alasannya di India saja tarif PCR hanya Rp 96 ribu.
"Partai buruh meminta kepada pemerintah untuk PCR harganya mendekati apa yang seharga di India Rp 100 ribu bukan Rp 275 ribu atau Rp 300 ribu," kata Said dalam konferensi pers virtual, Sabtu (30/10/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, jika pemerintah menilai harga pasaran tes PCR adalah Rp 300 ribu, maka untuk Rp 200 ribu harus disubsidi pemerintah. Hal itu bukan tanpa sebab, dia menuturkan pihaknya sudah melakukan survei ke lapangan mengenai usulannya tersebut.
"Karena partai buruh sudah memeriksa ke klinik swasta, rumah sakit swasta, komponen mahal mereka harus menyiapkan tenaga khusus untuk membayar gaji dari perawat atau bidan dan tenaga PCR untuk melakukan tes PCR. Mungkin materialnya bisa turun tapi harga tenaga kerja, partai buruh tidak setuju," lanjutnya.
Said berharap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bisa menindakalnjuti hal tersebut
"Bisa dipikirkan oleh kemenkes, pasti bisa. Partai buruh minta harga PCR Rp 100 ribu dengan subsidi Rp 200 ribu kepada klinik swasta sedangkan puskesmas dan RS pemerintah akan mudah bagi Kemenkes untuk memasukkan subsidi yaitu terkait penambahan biaya covid," jelasnya.
Bahkan, pihaknya juga menilai mekanisme penerbangan terkait persyaratan PCR seharusnya diubah. "Kan sudah herd immunity dan vaksin tahap kedua, harus ada keberanian dengan tetap ada kehati-hatian. Tidak perlu ada PCR," tuturnya.
"Ini hanya bisnis penerbangan saja ingin menghabiskan reagen PCR. jadi tidak perlu melakukan PCR. Dan kita lihat maskapai-maskapai menyediakan PCR ini bisnis, Kalau usulnya Rp 100 ribu bahkan partai buruh berpendapat harusnya nol biaya," pungkasnya.