Syarat perjalanan dengan transportasi udara atau pesawat berubah lagi. Setelah sebelumnya syarat harus melakukan tes PCR kini kembali diubah cukup menggunakan tes antigen.
Padahal kurang dari 2 minggu, pemerintah mengumumkan syarat dari antigen ke PCR. Kondisi ini disebut-sebut membuat masyarakat bingung.
Pemerintah juga dinilai tidak matang dan berhati-hati ketika mengambil kebijakan. Sehingga mudah sekali berubah akibat desakan publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti INDEF Abra Talatov mengungkapkan seharusnya sejak awal ketika kasus penularan sudah mengalami penurunan bisa menjadi parameter yang digunakan oleh pemerintah dalam mengambil kebijakan.
"Misalnya ketika kasus COVID-19 turun ke zona kuning dan hijau, harusnya jadi parameter masyarakat untuk mobilitas dan pemulihan sektor ekonomi dan penerbangan," kata dia saat dihubungi detikcom, Senin (1/11/2021).
Menurut dia, Indonesia seharusnya bisa mulai mengikuti tren di dunia yang di beberapa negara sudah tak lagi menggunakan PCR sebagai syarat perjalanan. "Kalau ada kebijakan jangan maju mundur dan sering berubah-ubah dengan cepat, pasti akan bikin bingung masyarakat," ujarnya.
Menurutnya akibat kebijakan yang sering berubah-ubah ini banyak masyarakat yang merasa dirugikan. Apalagi sebelumnya pemerintah mengizinkan tes antigen sebagai syarat, lalu berubah PCR, lalu berubah lagi ke antigen. Perubahannya sangat drastis meski ada transisi tetap saja membuat bingung.
Abra mengatakan, masyarakat sebenarnya membutuhkan informasi yang akurat dan tepat untuk meningkatkan kepercayaan mereka terhadap pemerintah. "Pemerintah juga harus kredibel dalam menjelaskan informasi harus jelas dan gamblang, jadi memang harus matang dan terbuka soal PCR ini," jelas dia.