Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Agus Pambagio menambahkan, kebijakan PCR bagi transportasi darat seakan menjadi diskriminasi dan membingungkan masyarakat. Sementara secara regulasi, kata dia, SE tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang paten.
"Peraturan itu nggak boleh diskriminatif, hanya di moda ini, moda lain tidak. Nggak boleh gitu, harus semua sama. Nah sekarang ini yang satu di hapus, yang ini minta diganti. Ini pasti lobi-lobi tauke nya itu jadi membingungkan masyarakat," kata Agus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menilai, karena Surat Edaran tidak memiliki dasar hukum dan kekuatan hukum maka pelaksanaannya bisa diikuti atau tidak. Menurutnya, aturan pemerintah yang dikeluarkan dalam bentuk SE hanya bersifat internal.
"Peraturan yang digunakan itu sifatnya surat edaran. Surat edaran ga ada dasar hukumnya, tidak ada kekuatan hukumnya. Jadi kalau masyarakat menolak tidak mengikuti itu ga apa-apa Mau di hukum gimana? Wong itu nggak berkekuatan hukum," pungkasnya.
(dna/dna)