Pemerintah telah mematok harga tes PCR sebesar dari Rp 275 ribu. Dari harga yang dibebankan ke masyarakat tersebut, sebagian besar komponennya berasal dari reagen.
Sebagai gambaran, reagen sendiri merupakan cairan yang digunakan untuk mengetahui hasil tes PCR. Bisa disebut, reagen ini adalah alat untuk melakukan PCR
Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Randy Teguh menjelaskan, reagen dan bahan habis pakai lainnya punya porsi sekitar 50-60% dari pembentukam harga PCR. Hal itu mengacu data dari BPKP pada Oktober-November 2020 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia tak bisa memastikan porsi data yang terbaru. Namun, kemungkinan yang terbaru relatif sama. Sisanya, sebanyak 40% merupakan komponen lain seperti gaji dokter dan perawat.
"Kalau lihat dari data Oktober-November itu komponen alat lab-nya reagen dan juga habis pakai, APD, masker, sarung tangan itu komponenanya itu besarnya dari harga sekitar 50-60%," katanya kepada detikcom, Selasa (2/11/2021).
Reagen ini kebanyakan berasal dari impor. Dia mengatakan, reagen itu kebanyakan didatangkan dari China.
"Ya kalau sekarang otomatis paling banyak dari RRC. Karena RRC itu kan basis produksi dunia lah ya menurut saya," ujarnya.
Ia tak bisa memastikan nilai impor reagen dari China. Meski demikian, ia menilai, impor reagen dari China mencapai porsi 2/3 dari impor.
"Setengah lebih mungkin 2/3 dari China. Sisanya, Amerika, Eropa, Korea, Jepang. 2/3 dari China memang, banyak banget," ujarnya.
Lihat juga Video: Timeline Kebijakan PCR Naik Pesawat yang Berubah-ubah