Pengusaha mewanti-wanti gubernur dan pemimpin daerah lainnya agar tetap mengacu pada regulasi yang berlaku saat ini dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Hal itu seiring dengan polemik yang muncul jelang pengumuman besaran UMK 2022 yang dilakukan paling lambat 30 November 2021.
Beberapa waktu lalu serikat pekerja dan serikat buruh telah menyuarakan harapannya terhadap penepatan UMK 2022. Kali ini giliran dari sisi pengusaha yang bersuara
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani menjelaskan penetapan UMK 2022 harus mengacu pada aturan yang berlaku saat ini yakni Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan turunannya di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena peraturan pengupahan ini sudah diputuskan dalam bentuk formula dalam PP tersebut, maka kami berharap semua pihak mengikuti peraturan yang ada. Harapan kami bisa memberikan keteduhan bagi kita semua," ucapnya dalam konferensi pers, Senin (2/11/2021)
Upah minimum sendiri akan diberlakukan per tanggal 1 Januari pada tahun berikutnya. Saat ini Pemerintah bersama perwakilan pengusaha dan pekerja masih terus membahas isu Upah Minimum bersama Dewan Pengupahan Nasional (Depenas).
Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) RI yang juga Ketua Bidang Organisasi, Keanggotaan, dan Pemberdayaan Daerah APINDO, Adi Mahfudz mewanti-wanti para gubernur agar tetap mengikuti aturan yang ada dalam menetapkan UMP. Sebab kewenangan penetapannya di tangan gubernur.
"Pak Gubernur kami wanti-wanti menetapkannya juga berdasarkan regulasi yang ada, tentu UU Cipta Kerja dan PP 36 tahun 2021," tegasnya.
Lanjut halaman berikutnya.