Tes PCR Pernah Dibanderol Jutaan, Padahal Harga Reagen Ratusan Ribu

Tes PCR Pernah Dibanderol Jutaan, Padahal Harga Reagen Ratusan Ribu

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 03 Nov 2021 10:54 WIB
Penumpang bus AKAP yang akan mudik dan kembali dari kampung halaman antre menjalani tes cepat antigen di Terminal Terpadu Pulo Gebang,  Jakarta Timur, Selasa (18/5/2021). Penumpang yang hasil tesnya reaktif wajib menjalani isolasi mandiri di ruangan yang disediakan di terminal sebelum menjalani tes usap PCR dan dibawa ke rumah sakit bila positif Covid-19.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Harga tes Swab PCR kini turun dipatok menjadi Rp 275 ribu untuk daerah Jawa-Bali dan Rp 300 ribu untuk luar Jawa-Bali. Namun, jauh sebelum ini harga PCR pernah mencapai Rp 2,5 juta.

Penurunan harga PCR yang akhirnya jadi ratusan ribu ini, didorong oleh arahan dari Presiden Joko Widodo.

Lantas, bagaimana harga PCR dari jutaan bisa turun ke ratusan ribu?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari catatan detikcom, dikutip Rabu (3/11/2021) Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Randy Teguh pernah menjelaskan, salah satu komponen pembentuk harga PCR adalah reagen. Reagen ini merupakan cairan yang digunakan untuk mengetahui hasil tes PCR.

Harga reagen sendiri bermacam-macam harganya. Ada yang murah sampai Rp 120 ribu. Ada juga yang mahal sampai Rp 500 ribu. Harga reagen, kata dia, bisa dilihat dalam e-katalog LKPP.

ADVERTISEMENT

"Sebenarnya, kalau untuk melihat harga reagen PCR dari kami, sebenarnya sangat transparan, bisa cek di e-katalognya LKPP. Dari situ ada reagen-reagen PCR COVID-19 harganya berapa, itu jelas. Rata-rata itu ada dari mulai Rp 120 ribu sampai ada bahkan Rp 364 ribu, Rp 325 ribu, bahkan ada juga yang Rp 500 ribu, tergantung teknologinya," katanya kepada detikcom, Rabu (27/10/2021) lalu.

Reagen dan bahan habis pakai lainnya punya porsi sekitar 50-60% dari pembentukan harga PCR. Artinya lebih besar dari komponen lainnya. Hal itu mengacu data dari BPKP pada Oktober-November 2020 lalu.

"Kalau lihat dari data Oktober-November itu komponen alat lab-nya reagen dan juga habis pakai, APD, masker, sarung tangan itu komponennya itu besarnya dari harga sekitar 50-60%," katanya.

Reagen pun bukan bukanlah satu-satunya komponen dalam biaya PCR. Harga juga dipengaruhi komponen yang disebutkan tadi, yakni mesin, swab stick, APD, gaji dokter dan perawat, serta biaya-biaya lain, seperti air, listrik, dan tentunya keuntungan perusahaan.

Ia tak bisa memastikan porsi data yang terbaru. Namun, kemungkinan yang terbaru relatif sama. Sisanya, sebanyak 40% merupakan komponen lain seperti gaji dokter dan perawat.

Lihat juga Video: Timeline Kebijakan PCR Naik Pesawat yang Berubah-ubah

[Gambas:Video 20detik]



Meski ada harga reagen terendah yang diketahui asalnya dari China, tetapi ada juga reagen yang mahal dan berasal dari Eropa. Reagen yang mahal inilah yang diperkirakan merugikan pengusaha rumah sakit.

Untuk reagen dari Eropa harganya relatif lebih mahal di kisaran Rp 300 ribu-Rp 400 ribu. Bahkan ada yang Rp 500 ribu. Jadi, secara hitung-hitungan bisnis dengan harga reagen yang tinggi maka akan rugi jika biaya tes PCR dipatok Rp 275 ribu.

Apalagi, selain reagen mesti ada biaya yang dikeluarkan untuk test PCR seperti gaji perawat dan dokter hingga listrik dan air.

Kebijakan penurunan harga PCR pun bisa berpotensi merugikan pengusaha rumah sakit atau penyedia jasa PCR lainnya. Terutama bagi mereka yang menggunakan reagen yang harganya tinggi.

Sederhananya, lanjut Randy mengatakan kerugian dialami pengusaha yang terlanjur membeli reagen mahal namun harus menyesuaikan harga tarif tes yang sudah dipatok Rp 275 ribu.

Di sisi lain, rumah sakit telah investasi untuk memenuhi standar pemeriksaan COVID-19. Mereka investasi agar laboratoriumnya untuk memenuhi standar Bio Safety Level (BSL) di mana mereka telah mengeluarkan biaya cukup tinggi.

"Kan kasihan juga itu, dari mana kembalinya. Harganya tadinya bisa Rp 900 ribu atau Rp 450 ribu sekarang cuma Rp 275 ribu, makin lama kembali investasi," tutup Randy Teguh.

(eds/eds)

Hide Ads