Heboh Ribut-ribut Biaya Sewa Pesawat Garuda Kemahalan

Heboh Ribut-ribut Biaya Sewa Pesawat Garuda Kemahalan

Anisa Indraini - detikFinance
Kamis, 04 Nov 2021 06:30 WIB
Pesawat pengangkut vaksin
Foto: YouTube/Sekretariat Presiden
Jakarta -

Peter Gontha dan Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga saling melempar argumen soal biaya sewa pesawat Garuda Indonesia yang diduga kemahalan. Begini kronologinya.

Peter Gontha Ungkap Kesalahan Garuda

Eks Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk itu awalnya membeberkan Garuda Indonesia mendapat harga sewa sangat tinggi dari lessor atau perusahaan leasing pesawat. Hal itu diceritakan dalam akun resminya di Instagram.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sejak Februari 2020 saya sudah katakan satu-satunya jalan adalah nego dengan para lessor asing yang semena-mena memberi kredit pada Garuda selama 2012-2016 yang juga saya tentang," ujarnya.

Peter Gontha mengungkapkan direksi tak ada yang mau mendengarkan masukannya. Sejak saat itu dia mengaku dimusuhi.

ADVERTISEMENT

Peter Gontha juga menyebut untuk Boeing 777 harga sewa di pasaran rata-rata US$ 750 ribu per bulan. Tetapi Garuda Indonesia mulai dari hari pertama bayar dua kali lipat yaitu sekitar US$ 1,4 juta.

"Uangnya ke mana sih waktu diteken? Pengin tau aja," jelasnya.

Arya Sinulingga Minta Eks Direksi-Komisaris Diperiksa

Arya Sinulingga mewakili Kementerian BUMN mendorong agar mantan direksi dan komisaris, termasuk Peter Gontha diperiksa untuk mengecek bagaimana sewa pesawat itu bisa terjadi. Pasalnya memang biaya sewa pesawat itu menjadi salah satu penyebab kondisi keuangan Garuda Indonesia bermasalah.

"Kami sangat mendukung kalau bener Pak Peter Gontha sudah memberikan data mengenai penyewaan pesawat ke KPK. Jadi kita dorong memang supaya mantan-mantan komisaris atau mantan direksi pada saat itu bisa diperiksa saja untuk mengecek bagaimana dulu sampai penyewaan pesawat tersebut bisa terjadi. Kan kita tahu bahwa ini adalah kasusnya ugal-ugalannya di sana gitu, penyewaan pesawat," papar Arya kepada wartawan, Senin (1/11/2021).

Arya Sinulingga menyebut, Peter Gontha juga ikut menandatangani penyewaan pesawat. Meski, tidak semua jenis pesawat ditekennya.

"Dan dari informasi juga Pak Peter Gontha ikut dalam penyewaan pesawat-pesawat tersebut dan beliau pun ikut menandatangani. Memang ada pesawat yang beliau, jenis pesawat yang beliau nggak tanda tangani, tapi hampir yang lain ikut semua tanda tangan penyewaan pesawat," ujarnya.

Lihat juga video 'Yenny Wahid Mundur dari Jabatan Komisaris Garuda':

[Gambas:Video 20detik]



Peter Gontha Ngaku Dipaksa

Peter Gontha mengakui bahwa memang dirinya tanda tangan terkait kontrak pembelian pesawat Garuda Indonesia yang diduga kemahalan. Tetapi dirinya sudah sempat menolak.

"Ini pesawat Boeing 737 Max yang ditandatangani Direksi/Komisaris Garuda pada tahun 2013/2014. Saya diminta untuk menandatanganinya, tapi saya menolak," tulis akun @petergontha.

Peter Gontha menjelaskan alasan menolak karena waktu yang diberikan untuk melakukan evaluasi atas kontrak tersebut hanya 24 jam. Padahal nilai kontraknya sangat besar sehingga perlu evaluasi lebih lama dan menyeluruh.

"Kita hanya diberi 1x24 jam untuk evaluasi dan menandatanganinya. Total kontraknya melebihi US$ 3 miliar untuk 50 pesawat. Gila kan, hanya 24 jam," tuturnya.

Dengan mengaku dipaksa, Peter Gontha pun akhirnya menandatangani kontrak tersebut dengan catatan. Jika tidak, katanya akan menjadi dissenting atau kegagalan pembelian pesawat.

"Karena dipaksa dengan alasan saya harus ttd, kalau tidak menjadi (dissenting) "gagal" pembeliannya. Saya akhirnya tandatangani juga tapi dengan catatan bahwa kita tidak diberi cukup waktu untuk evaluasi dan saya pun dikucilkan oleh "direksi waktu itu". Saksi hidup masih banyak. Tanyakan saja! Juga jejak digitalnya saya ada!" ujarnya.

Peter Gontha Sudah Minta Pesawat Dikembalikan

Peter Gontha selaku Komisaris Garuda Indonesia kala itu meminta direksi membatalkan perjanjian atau kontrak yang sudah dibuat karena pesawat itu terindikasi gagal desain dan jatuh seperti kasus yang menimpa Lion Air dan Ethiopia Air. Dari 50 pesawat di dalam kontrak, hanya satu Boeing 737 Max yang dikirim ke Garuda Indonesia.

Sayangnya saran dari Peter Gontha itu tidak ada yang didengarkan. "Tidak dikerjakan karena alasan kontrak tersebut tidak bisa dibatalkan apapun alasannya. Saya minta dituntut di pengadilan Amerika Serikat dan minta uang perusahaan dikembalikan, tapi tidak dilaksanakan padahal Boeing sudah terkendala korupsi," tutur Peter Gontha.


Hide Ads