Sederet Masalah Pelik Garuda: Utang Ratusan Triliun-Sewa Pesawat Kemahalan

Sederet Masalah Pelik Garuda: Utang Ratusan Triliun-Sewa Pesawat Kemahalan

Danang Sugianto - detikFinance
Kamis, 11 Nov 2021 10:39 WIB
Garuda Indonesia dengan livery yang Indonesia banget
Foto: dok. Garuda Indonesia
Jakarta -

Nasib keberlangsungan bisnis PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) hingga kini masih jadi teka-teki. Meski manajemen yakin nadi bisnis perusahaan masih bisa berdenyut, tapi sebagian pihak bahkan Kementerian BUMN menyebut secara teknis Garuda Indonesia sudah bangkrut

Jika mengesampingkan polemik itu, kondisi Garuda Indonesia memang sudah babak belur. Ada beberapa penyebab yang membuat perusahaan berdarah-darah berdasarkan penjelasan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo dan beberapa catatan pemberitaan detikcom.

1. Utang Segunung

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertama soal utang. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa saat ini liabilitas atau utang Garuda Indonesia totalnya mencapai US$ 9,75 miliar atau setara Rp 138,45 triliun (kurs Rp 14.200).

"Utang (Garuda) itu yang tercatat US$ 7 miliar plus utang daripada lessor yang tidak terbayar US$ 2 miliar lagi. Jadi totalnya US$ 9 miliar," ucapnya

ADVERTISEMENT

Sementara aset Garuda Indonesia saat ini hanya US$ 6,92 miliar. Jauh lebih rendah dibandingnya total kewajibannya itu.

Lanjut ke halaman berikutnya.

2. Modal Minus Rp 39,7 T

Kondisi Garuda Indonesia semakin memprihatinkan. Ekuitas atau modal Garuda tercatat minus US$ 2,8 miliar atau setara Rp 39,7 miliar.

Modal Garuda yang negatif ini bahkan mengalahkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

"Neraca Garuda saat ini mengalami negatif ekuitas US$ 2,8 miliar. Ini rekor Bapak Ibu, kalau dulu rekornya dipegang Jiwasraya sekarang Garuda," ujar Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR, kemarin.

Dia mengatakan, Garuda Indonesia secara teknis sudah bangkrut. Saat ini pemerintah sedang mencari jalan keluar.

"Sebenarnya dalam kondisi seperti ini kalau istilah perbankan sudah technically bankrupt Pak tapi legally belum. Ini yang sekarang sedang berusaha bagaimana kita bisa keluar dari situasi yang sebenarnya secara technically bankrupt," katanya.

3. Biaya Sewa Pesawat 4 Kali Lipat dari Rata-rata

Biaya sewa yang kemahalanan ini memang sudah menjadi isu Garuda Indonesia beberapa waktu lalu. Eks Komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk awalnya yang membeberkan Garuda Indonesia mendapat harga sewa sangat tinggi dari lessor atau perusahaan leasing pesawat. Hal itu diceritakan dalam akun resminya di Instagram.

"Sejak Februari 2020 saya sudah katakan satu-satunya jalan adalah nego dengan para lessor asing yang semena-mena memberi kredit pada Garuda selama 2012-2016 yang juga saya tentang," ujarnya.

Peter Gontha mengungkapkan direksi tak ada yang mau mendengarkan masukannya. Sejak saat itu dia mengaku dimusuhi.

Peter Gontha juga menyebut untuk Boeing 777 harga sewa di pasaran rata-rata US$ 750 ribu per bulan. Tetapi Garuda Indonesia mulai dari hari pertama bayar dua kali lipat yaitu sekitar US$ 1,4 juta.

Kartika pun seakan memperkuat isu yang beredar itu. Dia mengakatan bahwa biaya sewa pesawat Garuda memang lebih mahal, bahkan 4 kali lipat lebih tinggi dari rata-rata.

"Dan ini juga menyebabkan kontrak-kontrak dengan lessor Garuda ini cukup tinggi dibandingkan dengan airline-airline lain. Bahkan, data dari Bloomberg menyampaikan bahwa kalau kita bandingkan rental cost dibandingan revenuenya Garuda masuk yang terbesar. Aircraft rental cost dibagi revenue mencapai 24,7%, empat kalilipat dari global average," terangnya.

Lanjut ke halaman berikutnya.

4. Rute yang Bikin Rugi

Ada penyebab lain yang membuat Garuda kesulitan terbang lagi dengan normal, yakni banyaknya rute penerbangan yang bikin rugi perusahaan. Garuda sendiri sebelumnya memiliki 437 rute dan akan dikurangi menjadi 140 rute.

"Ini jadi tantangan karena mungkin akan banyak airport yang akan mengalami kelangkaan jumlah flight karena rutenya akan kita kurang signifikan karena rutenya fokus kepada rute yang menghasilkan positif margin," kata Kartika.



Simak Video "Perusahaan Penerbangan Indonesia Kurangi Jumlah Pesawat"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads