Trump Sudah Bukan Presiden, Tapi Kadin AS Masih Sindir-sindir Terus

Trump Sudah Bukan Presiden, Tapi Kadin AS Masih Sindir-sindir Terus

Siti Fatimah - detikFinance
Jumat, 12 Nov 2021 09:16 WIB
Donald Trump kini dijerat kasus pajak usai lolos dari pemakzulan, bagaimana perkembangan penyelidikannya?
Trump Sudah Bukan Presiden, Tapi Kadin AS Masih Sindir-sindir Terus
Jakarta -

Kepala Petugas Kebijakan di Kamar Dagang AS, Neil Bradley mengatakan, mantan Presiden AS Donald Trump salah dalam penilaiannya terhadap RUU Infrastruktur.

"Ada banyak informasi salah (yang dikatakan Trump) tentang RUU ini, termasuk hanya sebagian kecil yang digunakan untuk infrastruktur," kata Bradley dikutip dari CNN, Jumat (12/11/2021).

Sebelumnya, Donald Trump memang 'getol' menolak bahkan mengecam Undang-undang Infrastruktur bipartisan yang baru-baru ini disahkan oleh Kongres sebagai RUU 'Non-Infrastruktur.'

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Trump mengklaim, hanya 11% dari paket US$ 1,2 triliun atau sekitar Rp 17.105 triliun (asumsi kurs dolar Rp 14.254) yang digunakan untuk infrastruktur 'nyata'.

Mantan Presiden AS itu berulang kali mencoba dan gagal untuk mendapatkan RUU Infrastruktur ketika ia di Gedung Putih. Dia juga berpendapat harusnya Kongres malu pada diri mereka sendiri. Atas beberapa ungkapan Donald Trump tersebut, Kamar Dagang AS sebagai organisasi bisnis terbesar di dunia menyebut penilaian Trump salah.

ADVERTISEMENT

Eksekutif Kamar Dagang mengalokasikan ratusan miliar dolar untuk jalan, transit, bandara dan pelabuhan pengiriman. UU tersebut juga menarik investasi besar dalam broadband dan jaringan listrik AS. "Sulit untuk mengatakan internet dan listrik tidak dihitung sebagai infrastruktur," ujarnya.

Lanjut ke halaman berikutnya.

Komunitas bisnis ini dengan lantang mendukung RUU Infrastruktur Bipartisan yang rencananya akan ditandatangani oleh Presiden AS, Joe Biden menjadi undang-undang pada hari Senin (15/11).

"Kami senang akhirnya kami akan melakukan investasi yang telah lama tertunda dalam infrastruktur negara kami" kata Bradley.

Di sisi lain, Moodys Analytics mengeluarkan laporan pada minggu lalu tentang dampak dari paket infrastruktur dan rekonsiliasi. Pihaknya mengkhawatirkan kebijakan tersebut akan membawa dampak inflasi. Harga konsumen AS melonjak pada Oktober, tercepat sejak akhir tahun 1990.

"Kekhawatiran bahwa rencana tersebut akan memicu inflasi tinggi yang tidak diinginkan dan ekonomi yang terlalu panas sudah berlebihan," tulis laporan tersebut.

Moody's menunjuk pada sifat pengeluaran jangka panjang serta upaya dalam undang-undang untuk meredakan inflasi, termasuk menurunkan biaya obat-obatan dan mengurangi beban keuangan pengasuhan anak, pendidikan dan perumahan.

Bradley juga mengamini paket rekonsiliasi dapat semakin menambah potensi inflasi Amerika yang semakin memburuk. Menurutnya, sebagian paket bisa menjadi deflasi tapi aspek lain pun bisa memberikan inflasi.

"Kami akan memiliki beberapa saran dan penyesuaian, tetapi saya pikir kami dapat menemukan kesepatakan," tutup Bradley.


Hide Ads