Daftar Mafia Pajak dan Modusnya yang Bikin Geram

Daftar Mafia Pajak dan Modusnya yang Bikin Geram

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 13 Nov 2021 16:30 WIB
Poster
Ilustrasi/Foto: Edi Wahyono
Jakarta -

Kasus suap pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memasuki babak baru. Dua orang yang terlibat dengan Angin Prayitno Aji ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka adalah Wawan Ridwan yang sudah ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Alfred Simanjuntak belum ditangkap.

Sebenarnya, kasus mafia pajak ini bukan kali pertama. Sudah ada banyak yang terungkap dan tertangkap. Paling fenomenal adalah Gayus Tambunan yang terjadi pada 2010 lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto mengungkapkan kondisi sistem perpajakan yang sulit membuat celah untuk dicurangi.

"Sebenarnya rekan-rekan paham betul, sistem perpajakan di Indonesia. Kita ingatkan kembali 2010 siapa GT (Gayus Tambunan) itu dulu bagaimana caranya, modusnya dan disampaikan apakah ini perilaku dominan dari pemeriksa pajak dan konsultan pajak," kata dia, dalam konferensi pers, ditulis Sabtu (13/11/2021).

ADVERTISEMENT

Berikut deretan mafia pajak:

Gayus Tambunan

Gayus merupakan eks pegawai pajak dengan kasus suap yang paling fenomenal pada 2010 lalu. Gayus dulunya merupakan pegawai pajak golongan IIIa dan dia terlibat kasus makelar pajak dengan nilai Rp 28 miliar.

Saat kasusnya terkuak, Gayus sempat melarikan diri ke Singapura dengan menggunakan paspor baru untuk kabur bersama istrinya. Namun Gayus akhirnya menyerahkan diri.

Angin Prayitno Aji

Angin merupakan eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Angin didakwa menerima suap senilai Rp 57 miliar.

Dia menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang yang ditotal mencapai Rp 15 miliar dan US$ 4 juta. Atau jika dijumlahkan menjadi Rp 57,1 miliar.

Suap yang diterima dari Aulia Imran Magribi dan Ryan Ahmad Ronas yang merupakan konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations. Lalu dari Veronika Lindawati selaku kuasa PT Bank PAN Indonesia Tbk dan Agus Susetyo yang merupakan konsultan pajak PT Jhonlin Baratama.

Dadan Ramdani

Dia adalah Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dadan terlibat kasus suap bersama Angin Prayitno Aji.

Dadan menerima suap dari konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations, PT Bank PAN Indonesia dan PT Jhonlin Baratama sejak Januari 2018 - September 20219. Suap ini diberikan agar oknum melakukan rekayasa penghitungan pajak pada perusahaan pemberi suap.

Handang Soekarno

Handang terlibat kasus suap sebesar US$ 148.500 atau Rp 1,9 miliar. Saat itu Handang merupakan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak terkait proyek pengurusan pajak dari Country Director PT EKP Ramapanicker Rajamohanan Nair.

Saat itu Handang diminta untuk mempercepat penyelesaian permasalahan pajak (restitusi), Surat Tagihan Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN), penolakan pengampunan pajak atau tax amnesty, pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pemeriksaan bukti permulaan (Bukper) pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA Enam) Kalibata dan Kanwil DJP Jakarta Khusus.

Wawan Ridwan

Wawan Ridwan merupakan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak/Kepala Pajak Bantaeng Sulawesi Selatan. Dia terlibat kasus suap dengan Angin Prayitno Aji.

Dia diduga menerima suap sebesar SGD 625.000. Wawan juga disebut menerima uang dari beberapa wajib pajak lain yang diduga sebagai gratifikasi.

Wawan menerima perintah khusus dari Angin Prayitno Aji untuk mengurus 3 perusahaan yang melakukan wajib pajak.

Alfred Simanjuntak

Alfred Simanjuntak adalah Ketua Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak, yang saat ini menjabat Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kanwil DJP Jawa Barat II.

Dia merupakan rekan Wawan yang juga terlibat dalam kasus suap Angin Prayitno Aji. Alfred juga menerima arahan khusus dari angin terkait tiga wajib pajak yaitu PT Gunung Madu Plantations, PT Bank PAN Indonesia dan PT Jhonlin Baratama pada kurun waktu 2016-2017. Saat pemeriksaan, diduga ada kesepakatan pemberian uang agar pajak tidak sebagaimana mestinya.


Hide Ads