Komisi VI DPR tengah menyusun draft Rancangan Undang-undang BUMN. Ada 5 poin penting dalam RUU yang menjadi inisiatif DPR ini, termasuk wacana pembentukan super holding.
"Jadi sekarang ini posisinya masih posisi awal, bola masih di tangan Komisi VI, dalam konteks menyusun, jadi belum membahas," katanya Anggota Komisi VI Fraksi Golkar Nusron Wahid dalam acara Forum Legislasi 'BUMN Sekarat, Akankah RUU BUMN Jadi Penyelamat?', Selasa (16/11/2021).
Sebutnya, poin pertama, berisi soal status kekayaan negara yang sudah dipisahkan dalam bentuk penyertaan modal suatu perusahaan negara atau daerah, termasuk perusahaan negara dan BUMN, masuk keuangan negara atau tidak.
Nusron menjelaskan, jika mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, kekayaan negara yang telah dipisahkan dalam bentuk penyertaan ke dalam perusahaan negara, itu masuk kategori keuangan negara. Karena masuk keuangan negara maka, padanya ada pertanggungjawaban keuangan negara. Sehingga, BUMN menjadi objek pemeriksaan dalam arti domain Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Sehingga di dalam undang-undang ini, maka apa sikap dalam konteks temen-temen di DPR. Temen-temen di DPR mempunyai pendapat di Komisi VI, bahwa BUMN sebaiknya menggunakan prinsip business judgement rule, bukan menggunakan government judgement rule," katanya.
Dia mengatakan, jika masuk keuangan negara maka BUMN rentan oleh intervensi negara. Sehingga, lanjutnya, pasti ada campur tangan politik.
"Akan rentan dalam konteks menjadi intervensi negara. Selama dia itu masih dalam kendala masuk rezim keuangan negara di situ pasti akan ada campur tangan kekuatan politik, tidak terelakkan. Satu-satunya jalan untuk mengeluarkan daripada kepentingan politik itu, supaya BUMN itu murni berjalan sesuai dengan konteks mekanisme pasar maka harus ditarik supaya BUMN itu masuk ke dalam rezim kategori business judgement rule," terangnya.
(acd/eds)