Jakarta - Pertanian organik yang sudah lama dikenal di Indonesia dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan menghasilkan pangan yang lebih sehat. Sayangnya, kini pertanian organik belum banyak diterapkan petani yang terlanjur lebih akrab dengan sarana input pertanian sintetis
"Penggunaan pertanian organik berpotensi menghemat biaya usaha tani karena bahan-bahan yang digunakan berasal dari nutrisi tanaman. Selain itu, pengendalian hama penyakit secara organik juga dapat menghemat biaya perlindungan hingga 50 persen," terang Ketua Asosiasi Bioagroinput Indonesia Gunawan Sutio dalam Webinar bertajuk "Kiat Menjadi Organik Enterpreneur" pada dikutip Kamis (25/11/2021).
Gunawan menyebut, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pertanian konvensional dengan pertanian organik. Sebagaimana pertanian konvensional, komponen utama pertanian organik adalah sumber nutrisi tanaman dan pengendalian hama penyakit. Yang membedakan hanya nutrisinya saja. Tetapi unsurnya tetap sama.
Misalnya saja komponen sintetis pada sumber hara makro primer, seperti Nitrogen, Fosfat dan Kalsium. Tidak hanya itu, limbah pertanian yang mengandung ketiga komponen ini yang organik terdapat pada kompos hijauan, kompos limbah rumah tangga, kompos kotoran ternak unggas dan ruminansia, fermentasi urin ternak dengan bakteri nitritasi dan nitrasasi, limbah sisa tanaman, dan abu bakaran janjangan sawit.
Sementara itu komponen sintetis pada sumber hara makro sekunder mencakup Kalsium, Magnesium dan Sulfur. Ketiganya terdapat secara alami pada kapur, dolomit, gypsum, guano, garam Epsom (MgSo4), garam kalium magnesium sulfat, dan belerang tambang.
Penggunaan komponen sintetis, misalnya pupuk sintesis yang merupakan pupuk buatan, mendatangkan banyak manfaat untuk kelangsungan hidup tanah, tanaman dan manusia yang mengonsumsi hasil pertanian. Gunawan mendorong perguruan tinggi untuk berperan menjadi lembaga pemberi sertifikasi SNI organik untuk para petani. Hal ini disebutnya akan memudahkan petani untuk memastikan produk hasil pertaniannya sesuai dengan standar SNI organik, mengakses informasi mengenai pertanian organik dan mendorong kampus untuk mengembangkan pertanian serupa.
Walaupun begitu, ia menyebut SNI organik perlu menjelaskan lebih jauh lagi tentang komponen apa saja yang boleh dipakai dan yang tidak boleh dipakai untuk memberikan kepastian pada pengusaha produk pertanian organik.
"Pertanian organik membutuhkan sosialisasi yang lebih luas lagi supaya dipahami dengan lebih baik oleh para petani. Pemahaman yang lebih baik akan mendorong terbukanya potensi sektor pertanian nasional menjadi lebih optimal" tambahnya.
Lanjutkan membaca -->
Sementara itu Ketua Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani) Sumatera Utara Soekirman mengatakan, potensi pengembangan pertanian organik sangat besar seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk hidup sehat. Walaupun harga pangan hasil pertanian organik lebih mahal dari pangan hasil pertanian anorganik, pangan organik tetap diminati dan memiliki pangsa pasar tersendiri.
"Adanya konsumen pertanian menunjukkan adanya produsen dan kelompok petani organik di berbagai daerah di Indonesia," jelasnya.
Walaupun demikian, Soekirman juga menyebut pengembangan pertanian organik masih perlu ditingkatkan. Beberapa hal yang masih perlu diatasi antara lain adalah kesulitan dalam mengubah kebiasaan petani, relatif mahalnya biaya sertifikasi, keterbatasan modal petani dan belum adanya jaminan insentif harga produk organik dari pemerintah.
Tidak hanya itu, gerakan pertanian organik juga membutuhkan kemampuan entrepreneurhip atau kewirausahaan, baik secara sosial maupun komersial. Untuk itu, diperlukan perubahan pola pikir dan adaptasi dari para petani supaya pengembangan pertanian organik mampu menciptakan leader dan juga manager.
"Petani juga diharapkan dapat terus belajar dari best practices yang sudah ada dan mereplikasi cerita sukses, mengadaptasi untuk kemudian diterapkan ke dalam praktek bertaninya," tambah Soekirman.
Pemerintah juga diharapkan bisa membantu pemasaran produk pertanian organik. Di Indonesia sendiri, produk organik sering dianggap sebagai produk yang eksklusif karena harganya yang lebih mahal daripada produk pertanian konvensional. Padahal hal ini tidak terlepas dari proses tanam dan pengembangan produk juga hasil yang lebih sedikit daripada produk pertanian konvensional.
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor Kementerian Perdagangan Marolop Nainggolan menyebut, keberlanjutan atau sustainability merupakan sebuah kata kunci yang kini banyak disuarakan dalam perdagangan internasional, dan esensi dari keberlanjutan sangat berkaitan erat dengan pertanian organik.
Potensi pengembangan pertanian organik di Indonesia cukup besar, misalnya saja sebagai komoditas ekspor. Amerika Utara dan Eropa merupakan pasar produk organik terbesar di dunia dengan dominasi pasar mencapai 88 persen. Namun untuk bisa memasuki pasar pertanian organik yang potensial ini, produk organik Indonesia perlu dikembangkan dengan memenuhi berbagai persyaratan, seperti sertifikat USDA organic, persyaratan mengenai bentuk dan ukuran juga persyaratan kesehatan.
Terkait bagaimana mendorong generasi muda untuk menjadi agriculture entrepreneurship yang berkaitan erat dengan pertanian organik, Marolop menyebut mereka membutuhkan informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai hal tersebut dan mereka juga memerlukan akses kepada pendampingan.
"Kementerian Perdagangan siap membantu dan memberikan sarana dan prasarana mengenai pengembangan kewirausahaan di bidang pertanian organik. Karakteristik generasi muda sekarang yang lebih suka mencari tahu sendiri perlu diapresiasi. Mereka juga lebih cepat terjun ke lapangan dan lebih cepat beradaptasi," jelasnya.
Simak Video "Video Musim Mudik, Pemeriksaan Truk di Pelabuhan Merak-Ciwandan Diperketat"
[Gambas:Video 20detik]