Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh Said Iqbal menegaskan bahwa aksi mogok nasional pada 6-8 Desember 2021 akan tetap dilakukan.
Tuntutan mereka tetap sama, menolak penghitungan kenaikan UMP 2022 yang menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021. Oleh karena itu 1 hal yang bisa membatalkan mogok nasional hanya jika tuntutan itu bisa dipenuhi.
"Mogok nasional tetap kita rencanakan 6-8 Desember 2021, bila mana keputusan gubernur tentang upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten kota tetap menggunakan PP 36, mogok nasional," tegasnya dalam konferensi pers virtual, Senin (29/11/2021).
Baca juga: Buruh Pegang Janji Anies Soal UMP 2022 DKI |
Said juga meminta pemerintah untuk melaksanakan putusan MK terkait UU Cipta Kerja. Dia juga mengingatkan bahwa peraturan dalam UU tersebut ditangguhkan.
"Bila mana pemerintah memaksakan kehendak untuk tidak jalankan putusan MK, atau para menteri mencoba merevisi-revisi peraturan, itu tidak diperintahkan oleh MK. Sekali lagi saya ulang tidak ada perintah MK merevisi peraturan. MK jelas menangguhkan kalau sudah ada peraturan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Atau tidak mneerbitkan bila mana peraturan itu belum ada," tegasnya.
Sebelumnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah menanggapi rencana aksi mogok kerja nasional yang disiapkan para buruh tersebut.
Direktur Apindo Research Institute, P. Agung Pambudhi menjelaskan, mogok kerja memang merupakan hak dari para pekerja dan diatur dalam sederet peraturan ketenagakerjaan. Namun mogok kerja nasional yang akan digelar dalam dekat itu dipandang tidak sesuai dengan aturan yang ada.
"Dalam UU Ketenagakerjaan, mogok yang ada adalah mogok kerja, yang merupakan akibat gagalnya dari perundingan," ucapnya dalam acara konferensi pers virtual, Kamis (25/11/2021).
Menurut Agung mogok kerja yang sesuai dengan aturan adalah dilakukan terlebih dahulu perundingan dengan pengusaha. Jika perundingan itu gagal maka pekerja berhak melakukan mogok kerja.
"Dan kalau kita lihat aturan yang lebih teknis, kita lihat pada pasal 140 UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Kenagakerjaan, bahwa mogok kerja dapat dilaksanakan bila ada pemberitahuan SP atau SB secara tertulis kepada pengusaha dan dinas tenaga kerja sekurang-kurangnya 7 hari sebelumnya dan memuat alasan mogok kerja. Jika hal tersebut tidak dipenuhi maka mogok kerja tersebut menjadi tidak sah," terangnya.
Nah jika mogok kerja tersebut tidak sah, menurut Agung akan ada akibatnya. Dia menjelaskan dalam Kepmenaker Nomor 232 Tahun 2003 di pasal 6 disebutkan bahwa mogok kerja yang tidak sah akan dikualifikasikan sebagai mangkir dan bisa dianggap sebagai pengunduran diri.
(das/dna)