Ketua Badan Penganggaran MPR RI, Idris Laena mengkritik klarifikasi dari Kementerian Keuangan terkait ketidakhadiran Menkeu Sri Mulyani pada beberapa rapat MPR. Menurutnya, pernyataan dari Kemenkeu tidak menutupi permasalahan sebenarnya antara Sri Mulyani dan MPR.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memberikan klarifikasi bahwa Sri Mulyani tidak bisa menghadiri rapat pertama MPR karena sudah ada agenda rapat dengan Presiden. MPR pun berinisiatif melakukan rapat susulan, namun Sri Mulyani kembali absen dengan alasan agenda rapat bersama Badan Anggaran DPR.
"Atas kejadian tersebut, MPR RI menganggap Menteri Keuangan terkesan tidak menghargai MPR sebagai Lembaga Tinggi Negara," kata Idris dalam keterangannya, Kamis (2/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Idris menjelaskan klarifikasi yang diberikan Kemenkeu terkait ketidakhadiran Sri Mulyani pada rapat MPR mengaburkan permasalahan yang sebenarnya, yakni perihal pemotongan anggaran yang dialami MPR dengan alasan Refocusing akibat COVID-19.
"MPR RI mencatat bahwa, anggaran MPR RI, telah mengalami pemotongan yang sistematis sejak Tahun Anggaran 2019 serta 2020 (sebelum COVID-19 terjadi),dan berlanjut pada Tahun Anggaran 2021 serta 2022. Sehingga anggaran yang pada tahun 2018 sebesar Rp 1 triliun lebih dipotong hingga hanya kurang lebih Rp 660 miliar," jelasnya.
Ironisnya, pemotongan anggaran yang sangat signifikan sejak tahun 2019 itu justru terjadi di saat kebutuhan anggaran MPR meningkat akibat penambahan jumlah anggota MPR RI menjadi 711 orang, penambahan jumlah pimpinan MPR RI dari 5 orang menjadi 10 orang, dan pembentukan badan-badan serta lembaga alat kelengkapan majelis dan Pelaksanaan Tugas Konstitusional MPR RI.
Idris menerangkan kegiatan utama MPR RI, yakni melaksanakan sosialisasi 4 Pilar MPR RI yang sejatinya dilaksanakan 6 kali setahun kini hanya dapat dilaksanakan 4 kali setahun akibat pemotongan anggaran.
"Pada Rapat Konsultasi sebelumnya yang pernah dilaksanakan, Menteri Keuangan telah menjanjikan untuk memberi alokasi anggaran kegiatan MPR RI khususnya kegiatan sosialisasi 4 Pilar MPR. Kembali seperti sebelum terjadinya pemotongan anggaran yakni 6 Kali setahun," paparnya.
Idris juga menambahkan kegiatan Dengar Pendapat Masyarakat (DPM) yang biasanya dilakukan 6 kali setahun tidak lagi mendapatkan alokasi anggaran sejak tahun 2020. Hal tersebutlah yang menimbulkan kesan pemotongan anggaran MPR RI merupakan bentuk upaya untuk mendegradasi peran MPR RI sebagai lembaga tinggi negara.
"MPR RI sebagai salah satu lembaga (tinggi) Negara, yang diatur oleh konstitusi, dengan tujuan utama menjaga kedaulatan rakyat yang diatur dalam tugas pokok dan fungsinya sebagai Pembentuk Konstitusi. Maka seyogyanya tidak dikebiri dengan memotong anggarannya secara signifikan," pungkas Idris.
(akn/hns)