Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengajak para pelaku usaha bisa mengoptimalkan potensi investasi di bidang kelautan dan perikanan. Hal itu sejalan dengan rencana yang telah dibuat oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam menerapkan Kebijakan Penangkapan Terukur di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) pada awal tahun 2022.
"Untuk itu, di tahun 2022, kita akan coba menerapkan kebijakan baru, yaitu penangkapan ikan terukur, berbasis pada kuota," kata Trenggono dalam keterangan tertulis Jumat (3/12/2021).
Saat menghadiri Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Rapimnas KADIN) di Denpasar, Bali, Trenggoni mengatakan dengan menerapkan hal tersebut, ia yakin kebijakan ini bisa memiliki multiplier effect bagi pembangunan nasional. Lalu bisa mendukung perkembangan ekonomi agar tidak hanya berfokus pada Pulau Jawa saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya yakin kebijakan ini dapat menjadi peluang dan dioptimalkan oleh rekan-rekan dari KADIN, baik bagi pusat maupun daerah. Dan hal ini juga mendukung apa yang menjadi pesan dari Bapak Presiden, yaitu bagaimana ekonomi tidak Java Sentris, tetapi terdistribusi ke daerah," tambah Trenggono.
Trenggono menambahkan, ada tiga potensi investasi yang dapat digarap oleh para pelaku usaha di Indonesia. Adapun tiga potensi investasi itu meliputi penangkapan ikan, pengolahan pelabuhan, industri perikanan.
"Turunan usahanya seperti pengalengan ikan, coldstorage, pabrik es, hingga pengawetan ikan untuk industri perikanan. Kemudian di bidang pengolahan pelabuhan di antaranya usaha perbaikan dan perawatan kapal, kafe atau restoran, penyediaan air bersih, hingga apartemen nelayan," tambahnya.
Trenggono menambahkan, penyerapan tenaga kerja untuk mendukung penerapan kebijakan ini diprediksi hampir 1 juta orang, yang terdiri dari anak kapal, pekerja unit pengolahan ikan, serta pekerja bongkar muat dan informal. Perkiraan perputaran udang yang dihasilkan mencapai Rp281 triliun per tahun.
Kebijakan Penangkapan Terukur merupakan cara KKP dalam mengendalikan penangkapan ikan dengan menerapkan sistem kuota (catch limit) kepada setiap pelaku usaha.
"Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya overfishing sehingga populasi perikanan terjaga dan sekaligus juga menghapus stigma tingginya praktik illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF) di Indonesia dan berubah menjadi legal, reported, regulated fishing (LRRF)," katanya.
KKP juga menetapkan zona zona penangkapan ikan berbasis kuota untuk komersial dan nelayan tradisional. Setiap zona penangkapan ikan akan ditentukan kawasan konservasi untuk spawning dan nursery ground. Kebijakan serupa dilakukan di Uni Eropa, Islandia, Kanada, Australia dan Selandia Baru.
Ia juga mengungkapkan, meskipun peluang investasi terbuka lebar, para pengusaha tetap harus mematuhi peraturan yang berlaku agar kelestarian lingkungan laut tetap terjaga.
"Laut akan terus berproduksi optimal jika lingkungannya juga dalam kondisi yang sehat, dan pada akhirnya membawa manfaat sosial dan ekonomi sebesar-besarnya bagi setiap pihak yang bergantung padanya," tambahnya.
Trenggono juga mengajak seluruh pengurus dan anggota KADIN untuk mengambil peluang ini serta menjalin kolaborasi dengan investor dalam maupun luar negeri.
"Kami berharap KADIN berperan aktif di setiap daerah, karena banyak investor dari luar datang ke kami untuk investasi di masing-masing zona penangkapan yang telah kami atur," tutup Trenggono.
(ncm/hns)