Stafsus Sri Mulyani Buka Suara soal Isu 'Jebakan' Utang China

Stafsus Sri Mulyani Buka Suara soal Isu 'Jebakan' Utang China

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Senin, 06 Des 2021 22:48 WIB
Infografis negara kena jebakan utang China
Ilustrasi 'Jebakan' Utang China/Foto: Infografis detikcom/Denny
Jakarta -

Isu 'jebakan' utang dari China jadi perbincangan hangat belakangan ini. Hal itu mencuat ketika beredar kabar Uganda terancam kehilangan bandara internasionalnya buntut dari utang tersebut, meski kabar itu dibantah pemerintah negara di Afrika itu.

Di Indonesia, utang dari China juga sempat heboh. Hebohnya utang China usai munculnya laporan AidData terkait 'hidden debt' atau utang tersembunyi dari China.

Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menjelaskan hidden debt versi AidData tidak dimaksudkan sebagai utang yang tidak dilaporkan atau disembunyikan, melainkan utang non pemerintah yang jika wanprestasi berisiko menyerempet pemerintah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi di titik ini kita sepakat, ini bukan isu transparansi," katanya dalam keterangan yang diterima detikcom, Senin (6/12/2021).

Utang tersebut dihasilkan dari skema business to business (B to B) yang dilakukan dengan BUMN, bank milik negara, Special Purpose Vehicle (SPV), perusahaan patungan dan swasta. Dia mengatakan, utang BUMN tidak tercatat sebagai utang pemerintah dan bukan bagian dari utang yang dikelola pemerintah.

ADVERTISEMENT

Demikian juga utang oleh perusahaan patungan dan swasta tidak masuk dalam wewenang pemerintah. Sehingga, jika pihak-pihak tersebut menerima pinjaman maka pinjaman ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka.

"Penarikan Utang Luar Negeri (ULN) yang dilakukan oleh pemerintah, BUMN, dan swasta tercatat dalam Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI). SULNI disusun dan dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan. Clear dan transparan," ujarnya.

Bagaimana kondisi utang Indonesia? Berapa besar utang dari China? Langsung klik halaman berikutnya

Berdasarkan data SULNI per akhir Juli 2021, total ULN Indonesia dari China sebesar US$ 21,12 miliar, terdiri dari utang yang dikelola pemerintah sebesar US$ 1,66 miliar (0,8% dari total ULN pemerintah), serta utang BUMN dan swasta dengan total mencapai US$ 19,46 miliar.

"Dengan demikian, dalam konteks Indonesia, tidak tepat jika terdapat ULN (termasuk pinjaman China) yang dikategorikan sebagai 'hidden debt'. Semua ULN yang masuk ke Indonesia tercatat dalam SULNI dan informasinya dapat diakses oleh publik. Tak ada yang disembunyikan atau sembunyi-sembunyi," katanya.

Terkait utang BUMN yang dijamin, lanjutnya, utang ini dianggap kewajiban kontinjensi pemerintah. Kewajiban kontinjensi tersebut tidak akan menjadi beban yang harus dibayarkan pemerintah sepanjang mitigasi risiko default dijalankan. Dia bilang, kondisi saat ini adalah zero default atas jaminan pemerintah.

"Kewajiban kontinjensi memiliki batasan maksimal penjaminan oleh pemerintah. Batas maksimal pemberian penjaminan baru terhadap proyek infrastruktur yang diusulkan memperoleh jaminan pada 2020 - 2024 sebesar 6% terhadap PDB 2024," katanya.

"Dengan tata kelola seperti ini, mitigasi risiko dilakukan sedini mungkin dan tidak akan menjadi beban pemerintah, apalagi beban yang tak terbayarkan. Jadi sekali lagi, tak perlu khawatir sepanjang dikaitkan dengan pemerintah. Mari terus semangat dan berkolaborasi untuk negeri," sambungnya.


Hide Ads