Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) mengungkap, pandemi COVID-19 telah memberi dampak pada peningkatan defisit dan utang pemerintah. Kondisi itu meningkatkan risiko pengelolaan fiskal.
Demikian reviu BPK atas kesinambungan fiskal tahun 2020 yang tertuang di Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I).
"Hasil reviu atas kesinambungan fiskal tahun 2020 mengungkapkan antara lain adanya tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga yang melampaui pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dan penerimaan negara. Hasil reviu menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 telah meningkatkan defisit, utang, dan SiLPA yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal," tulis BPK seperti dikutip Selasa (7/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BPK mengungkap, indikator kerentanan utang tahun 2020 melampaui batas rekomendasi International Monetary Fund (IMF).
"Selain itu, indikator kerentanan utang tahun 2020 telah melampaui batas yang direkomendasikan IMF dan/atau International Debt Relief (IDR) serta indikator kesinambungan fiskal (IKF) 2020 sebesar 4,27% telah melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 - Debt Indicators yaitu di bawah 0%," bunyi laporan tersebut lebih lanjut.
BPK juga melakukan tinjauan atas kemandirian fiskal pemerintah daerah tahun 2020. Hasil tinjauan BPK menunjukkan adanya kesenjangan kemandirian fiskal yang tinggi antar pemerintah daerah.
"Dari total 503 pemda yang dievaluasi, 10 pemda masuk kategori mandiri, 50 pemda dalam kategori menuju kemandirian dan 443 masuk dalam kategori belum mandiri. Selain pendekatan kuantitatif, reviu kemandirian fiskal dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang menunjukkan bahwa kualitas desentralisasi fiskal pada 4 pemda yang diuji petik masuk ke dalam kategori sangat baik," bunyi laporan tersebut.
(acd/dna)