Perubahan iklim menjadi tantangan besar negara-negara di dunia. Pemerintah pun mendorong pelaksanaan ekonomi hijau dalam arah pembangunan ke depan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan, Indonesia telah aktif mengambil bagian dalam Perjanjian Paris untuk mencegah pemanasan global, salah satunya dengan mengimplementasikan ekonomi hijau sebagai strategi transformasi ekonomi jangka menengah dan panjang.
"Terobosan-terobosan baru sangat diperlukan untuk bisa melakukan lompatan dalam mencapai target SDGs (tujuan pembangunan berkelanjutan) ini," kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Kamis (9/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menjelaskan, saat ini, Pemerintah Indonesia telah menetapkan berbagai arahan kebijakan melalui pembangunan rendah karbon. Penerapan ini diharapkan dapat terus menekan emisi hingga 34 persen- 41 persen di 2045 melalui pengembangan EBT, perlindungan hutan dan lahan gambut, peningkatan produktivitas lahan, dan penanganan limbah terpadu.
Airlangga menambahkan, dalam aspek regulasi, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 atau Undang-Undang Cipta Kerja menyempurnakan berbagai regulasi yang sebelumnya telah berlaku. Pada sektor Lingkungan hidup dan Kehutanan misalnya, UU yang disempurnakan adalah adalah UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 41/1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
"Perhatian pemerintah terhadap perlindungan dan pembangunan lingkungan guna mendukung ekonomi hijau, diwujudkan dengan membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) atau Indonesian Environment Fund. Lembaga ini berperan penting untuk memobilisasi berbagai sumber pendanaan pengelolaan lingkungan hidup serta dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak," katanya.
Sementara itu, Direktur Sistem Manajemen Investasi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Ludiro menjelaskan, BPDLH mendapat hibah dana program sebesar US$ 103 juta pada Juni lalu.
Dana tersebut dapatkan berdasarkan insentif Result Based Payment (RBP) karena Indonesia dipandang sukses menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada 2014 sampai 2016 sebesar 20,25 juta ton melalui kegiatan Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) Green Climate Fund (GCF).
Selanjutnya, Ludiro menambahkan, dana tersebut akan disalurkan secara bertahap sesuai dengan Annual Work Plan selama tahun 2021 hingga 2025 dengan bentuk insentif finansial atau moneter. Ia juga berharap, melalui dana ini dapat memberikan insentif kepada pihak yang berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca.
"Dana ini diharapkan dapat memberikan insentif kepada pihak-pihak yang berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca, khususnya sektor kehutanan dan mendorong setiap pihak untuk berkontribusi menurunkan emisi tersebut," ujar Ludiro.
Airlangga menambahkan, pemberian dana ini menjadi bukti bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen dalam pembangunan yang memperhatikan lingkungan hidup.
"Berbagai langkah pemerintah, termasuk penerbitan UU Cipta Kerja maupun peraturan turunannya diupayakan sepenuhnya untuk membangun Indonesia yang lebih baik," tutup Airlangga.
(prf/hns)