Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) RI Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan alasan di balik langkah pemerintah yang mengambil kebijakan moratorium kepailitan dan Penundaan kewajiban pembayaran Utang (PKPU).
Kebijakan moratorium PKPU ini sebelumnya direncanakan pemerintah di tengah kondisi pandemi COVID-19. Moratorium tersebut, kata dia, dilakukan untuk mencegah terganggunya keberlangsungan usaha.
"Kita harus menggarisbawahi bahwa pandemi COVID-19 adalah force majure," kata Edward dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/12/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya mencatat, setidaknya ada 1.122 permohonan PKPU dan kepailitan di Indonesia. Sebanyak 400 kasus diajukan di Jakarta Pusat.
Dia mengatakan, dasar kebijakan PKPU dan morotarium ini tidak terlepas dari kebijakan bank dunia untuk memberikan dukungan bagi debitur atau kreditur untuk sama-sama menyelesaikan persoalannya.
Selain itu, kata dia, terdapat pihak yang memanfaatkan PKPU dalam kondisi pandemi COVID-19. Sehingga nantinya akan berdampak luas termasuk adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) bila perusahaan dinyatakan pailit.
"Kalau pada pengadilan tidak selektif kemudian akan bisa berdampak luas," ujar Edward.
Edward juga menekankan bahwa pengambilan langkah yang dilakukan oleh pemerintah ini juga bertujuan untuk menurunkan angka kepailitan serta mencegah pengusaha yang masih dalam kondisi solven dan terpaksa masuk ke dalam proses kepailitan. Hal itu bisa menyebabkan kelangsungan usahanya terganggu.
Terakhir, dia menyebutkan ada tiga opsi kebijakan pemerintah. Pertama, penundaan permohonan kepailitan dan PKPU dalam jangka waktu tertentu. Kedua, pelarangan permohonan kepailitan dan pembukaan permohonan PKPU. Ketiga, menerapkan syarat tepat dalam permohonan kepailitan dan PKPU, misalnya seperti menentukan batas minimal nilai utang.
Sekedar informasi, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk salah satu perusahaan pelat merah yang resmi mendapatkan putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Garuda menganggap putusan ini menjadi pondasi yang penting bagi Garuda saat melaksanakan restrukturisasi dan memulihkan kinerja perusahaan.
"Putusan PKPU Sementara memberikan kami waktu 45 hari untuk mengajukan proposal perdamaian yang memuat rencana restrukturisasi kewajiban usaha terhadap kreditur. Kami akan berkoordinasi dengan Tim Pengurus di bawah pengawasan Hakim Pengawas dan memastikan semua hal-hal terkait berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra.
"Perlu kita pahami bersama bahwa proses PKPU bukanlah proses kepailitan. Proses ini memberikan ruang bagi Garuda untuk bernegosiasi dengan kreditur dalam koridor hukum. Kami meyakini proses ini memperjelas komitmen Garuda dalam penyelesaian kewajiban usaha dan merupakan langkah akseleratif pemulihan kinerja untuk mewujudkan Garuda sebagai entitas bisnis yang kuat fundamental bisnisnya di masa mendatang," papar Irfan.
(dna/dna)