Naiknya harga minyak goreng di dalam negeri sendiri merupakan suatu ironi. Bagaimana tidak, Indonesia sebagai negara penghasil sawit terbesar di dunia malah harus menderita lonjakan harga minyak goreng.
Ditenggarai salah satu faktor pemicunya adalah tak seimbangnya permintaan dan penawaran di dalam negeri. Permintaan ekspor yang sangat tinggi memungkinkan stok di dalam negeri malah menjadi sedikit, sehingga pabrik kelapa sawit lebih mengutamakan menjual hasil kelapa sawit ke luar negeri ketimbang untuk kebutuhan domestik.
Namun, tahukah kamu siapa saja para produsen sawit atau minyak goreng di Indonesia? Berikut adalah deretan konglomerat yang menikmati gurihnya bisnis minyak goreng lewat perkebunan kelapa sawit yang mereka miliki di Tanah Air, dikutip dari berbagai sumber.
Bachtiar Karim bersama saudaranya bernama Burhan dan Bahari menjalankan Musim Mas Group. Karim membangun kilang minyak sawit untuk hasil panennya sendiri. Dengan cara begitu, harga sawit produksi PT Musim Mas tak banyak dipengaruhi pasar.
Keluarga Karim membuka kilang minyak sawit pertama di Indonesia pada 1970 silam. Hingga kini, Forbes mencatat hartanya berjumlah US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 50 triliun.
Martua Sitorus
Siapa tak kenal Martua Sitorus? Pria keturunan Tionghoa yang menyandang marga klan Batak ini sukses besar dari bisnis minyaksawit yang dibangunnya lewat bendera Wilmar.
Ia lahir 6 Februari 1960 lalu di Pematangsiantar, Sumatra Utara. Selama duduk di bangku sekolah, ia berjualan ikan dan udang. Bahkan, ia sempat mencicipi hidup sebagai loper koran.
Martua Sitorus mendirikan Wilmar dengan Kuok Khoon Hong pada tahun 1991. Wilmar sendiri merupakan singkatan dari nama mereka berdua, yakni William (nama panggilan Kuok) dan Martua.
Mengutip Forbes, jumlah hartanya saat ini tercatat US$ 2,9 miliar atau sekitar Rp 41 triliun.
Peter Sondakh
Peter menjalankan sejumlah bisnis di bawah bendera PT Rajawali Corpora, yakni PT Eagle High Plantations Tbk, Golden Eagle Energy Tbk, Fortuna Indonesia, St. Regis Bali, The Four Seasons Hotel Jakarta, dan sebagainya.
Di bawah bendera PT Eagle High Plantations Tbk, perkebunan kelapa sawit milik konglomerasi Rajawali ini memiliki wilayah perkebunan yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Forbes mencatat kekayaan Peter Sondakh saat ini sebesar US$ 2,1 miliar atau sekitar Rp 30 triliun.
Sukanto Tanoto
Sukanto Tanoto adalah konglomerat pemilik grup usaha Royal Golden Eagle International (RGEI). Konglomerasi bisnis RGE, bergerak di berbagai industri termasuk perkebunan Kelapa Sawit (Asian Agri dan Apical).
Asian Agri memiliki puluhan perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di Provinsi Riau, Jambi, dan Sumatera Utara lebih dari 100.000 hektar.
Situs resmi Apical mencatat perusahaan memiliki 6 kilang pemurnian, 3 pabrik biodiesel, satu pabrik pengolahan inti sawit dan satu pabrik oleokimia. Perusahaan juga memproduksi margarin, turunan lemak hingga biodiesel.
Mengutip Forbes, jumlah harta Sukanto Tanoto saat ini tercatat US$ 2,1 miliar atau sekitar Rp 30 triliun.
Anthoni Salim
Dua emiten kelompok usaha agribisnis milik Group Salim adalah PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
Salim Ivomas adalah emiten yang bergerak pada proses peningkatan nilai tambah produk agribisnis dan pemasaran produk minyak goreng.
Jumlah harta Anthoni Salim menurut Forbes saat ini tercatat US$ 8,5 miliar atau sekitar Rp 120 triliun.
Susilo Wonowidjojo
Susilo Wonowidjojo lebih dikenal sebagai pemilik pabrik rokok Gudang Garam. Namun ia juga ikut masuk ke bisnis perkebunan kelapa sawit lewat perusahaannya Makin Group. Perusahaan sawit miliknya banyak terkonsentrasi di Provinsi Jambi dan Kalimantan Tengah lewat anak perusahaannya PT Matahari Kahuripan.
Forbes mencatat jumlah hartanya saat ini mencapai US$ 4,8 miliar atau sekitar Rp 68 triliun.
Putera Sampoerna
Putera Sampoerna juga dikenal luas sebagai bos perusahaan rokok PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) yang mayoritas sahamnya telah dijual ke perusahaan rokok raksasa dunia, Philip Morris.
Selepas melego bisnis rokok miliknya, Putera Sampoerna fokus pada bisnis investasi lewat Sampoerna Strategic yang bergerak di bidang bisnis keuangan, properti hingga perkebunan.
Putera Sampoerna juga pemilik PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dengan produk terdiversifikasi termasuk minyak sawit (CPO) dan inti sawit (PK). Sampoerna Agro menguasai lebih dari 100.000 hektar kelapa sawit di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Selatan.
Forbes mencatat jumlah kekayaannya saat ini US$ 1,8 miliar atau sekitar Rp 25 triliun.
Murdaya Poo
Murdaya Poo adalah pendiri Central Cipta Murdaya, yang memiliki investasi di bidang teknologi, IT, kelapa sawit, dan kayu lapis.
Grup tersebut banyak terlibat dalam megaproyek agribisnis yang direncanakan untuk kabupaten Merauke, provinsi Papua.
Forbes mencatat jumlah kekayaannya saat ini US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 17 triliun.