Awal bulan ini, para pemimpin Kamar Dagang Ceylon, sebuah badan industri terkemuka, meminta pemerintah untuk menunda pembayaran obligasi dan menggunakan valuta asing yang langka untuk membeli barang-barang penting seperti makanan dan obat-obatan untuk warga Sri Lanka.
Vish Govindasamy, ketua badan industri, dalam sebuah pernyataan mendesak pemerintah untuk mengizinkan penggunaan arus masuk valas untuk meringankan kesulitan masyarakat umum dalam memperoleh kebutuhan pokok. Pemerintah pun didesak agar menjadwalkan ulang pembayaran utang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tidak dapat mengirim pesan kepada dunia tentang kekurangan pangan di negara ini, itu hanya akan kontraproduktif," katanya, dikutip dari Aljazeera, Rabu (19/1/2022).
Sejauh ini permohonan ini tidak didengar karena menteri kabinet dan bank sentral malah berjuang untuk solusi jangka pendek, terutama pertukaran mata uang seperti yang terjadi pada bulan Desember lalu. Tetapi para analis mengatakan bahwa pertukaran semacam itu tidak dapat dengan mudah dikonversi ke dalam dolar AS dan secara praktis tidak ada gunanya dalam hal pembayaran utang.
Bank sentral sendiri telah melikuidasi setengah dari cadangan emasnya untuk membantu memenuhi pembayaran obligasi negara internasional sebesar US$ 500 juta.
Pada akhir Desember, pemerintah juga memerintahkan bank komersial berlisensi untuk menjual 25% dari semua penerimaan devisa ke bank sentral setiap minggu. Anggota parlemen oposisi Dr Harsha de Silva memperingatkan hal ini akan semakin menghambat kemampuan bank komersial melayani kebutuhan importir.
(eds/ang)