DPR Usul Ekspor CPO Dibatasi Biar Harga Minyak Goreng Turun

DPR Usul Ekspor CPO Dibatasi Biar Harga Minyak Goreng Turun

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 19 Jan 2022 17:26 WIB
Pekerja melakukan bongkar muat kelapa sawit yang akan diolah menjadi minyak kelapa sawit Crude palem Oil (CPO) dan kernel di pabrik kelapa sawit Kertajaya, Malingping, Banten, Selasa (19/6). Dalam sehari pabrik tersebut mampu menghasilkan sekitar 160 ton minyak mentah kelapa sawit. File/detikFoto.
Foto: Jhoni Hutapea
Jakarta -

Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade mengusulkan adanya pembatasan ekspor pada produk olahan sawit. Hal ini dilakukan agar pasokan olahan sawit, termasuk minyak goreng di dalam negeri bisa terpenuhi.

Dengan begitu, menurutnya harga minyak goreng bisa berangsur turun. Dia meminta Kementerian Perdagangan menyusun aturan kewajiban pemenuhan domestik alias DMO macam ekspor batu bara untuk ekspor olahan sawit.

"Saya usulkan ada DMO dan pajak ekspor CPO. Saya rasa fair itu. Rakyat butuh minyak murah sesuai kemampuan rakyat kita, bukan kita memenuhi pasar ekspor saja, orang lain yang menikmati," kata Andre dalam rapat kerja komisi VI dengan pengusaha kelapa sawit dan minyak goreng, Rabu (19/1/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harus ada keberpihakan, penuhi dalam negeri dulu baru boleh ekspor," ujarnya.

Hal ini diungkapkan Andre karena dia mendapatkan informasi soal stok minyak satu harga Rp 14 ribu yang belum bisa terpenuhi. Datanya, dia mengungkapkan Kemendag baru dapat memenuhi stok minyak goreng satu harga sebesar 20 juta liter saja padahal dijanjikan sebulannya ada 250 juta liter.

ADVERTISEMENT

"Informasi yang saya dapatkan yang masuk ke Kemendag ini baru 20 juta liter untuk Januari ini, dari 250 juta liter," ungkap Andre.

Sementara itu dalam rapat yang hari ini dilakukan Andre mendapatkan laporan yang menyatakan ekspor olahan sawit mencapai 25 juta ton per tahun. Dari total olahan sawit itu sekitar 16 juta ton adalah minyak goreng.

"Kalau 70%-nya aja minyak goreng dari 25 juta ton artinya ada 16 juta ton yang merupakan minyak goreng diekspor per tahun. Atau karenanya Rp 16 miliar liter ekspor kita per tahun, ini hitungan kasar aja ya," ungkap Andre.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Melihat fakta tersebut, Andre meminta pimpinan rapat untuk segera menggelar rapat dengan Menteri Perdagangan M. Lutfi dan meminta pembatasan ekspor dilakukan. Menurutnya, urusan harga minyak goreng dapat diturunkan dengan mudah yaitu dengan mengurangi ekspor minyak goreng.

"Kita tegas saja dengan Mendag ini, urusan minyak goreng stabil itu sederhana. Tinggal kurangi pasar ekspor untuk diwajibkan isi kebutuhan dalam negeri dulu. Karena CPO ini produksinya di Indonesia, masa ekspor duluan yang dikasih kesempatan," kata Andre.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono menyatakan sebetulnya tak pernah ada masalah dengan pasokan kelapa sawit dalam negeri.

Harga minyak goreng menjadi mahal bukan karena pasokannya kurang, namun memang harga komoditas kelapa sawit sebagai bahan utama minyak goreng yang sedang mengalami tren kenaikan secara global. Dia bilang langkah pemerintah melakukan subsidi harga minyak goreng ke produsen sudah tepat untuk menekan harga.

"Sebenarnya, ini bukan karena barangnya tidak ada memang barangnya saja mahal. Saya kira model subsidi yang sudah diberlakukan pemerintah bisa jadi jalan keluar," ungkap Joko.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga pun sempat menjelaskan naiknya harga kelapa sawit global membuat harga minyak meroket. Dia bilang kenaikan harga pada CPO sebagai bahan baku utama minyak goreng berpengaruh langsung ke 60-70% harga akhir di tengah masyarakat.

"Bagaimana kira-kira harga CPO ini terhadap harga akhir, dari pengamatan kami informasi dari anggota 60-70% biaya overall itu berasal daripada harga CPO-nya. Selebihnya transport produksi kemasan dan lainnya," papar Sahat.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memastikan pemerintah tidak melarang atau membatasi ekspor CPO atau minyak sawit mentah.

Eits baca dulu penjelasannya di halaman selanjutnya.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memastikan pemerintah tidak melarang atau membatasi ekspor CPO atau minyak sawit mentah. Meski begitu Lutfi mengeluarkan aturan baru dalam rangka memastikan pasokan kelapa sawit dan bahan baku minyak goreng tersedia.

Aturan tersebut adalah memberlakukan kewajiban pencatatan ekspor produk minyak sawit. Agar bisa mendapatkan pencatatan ekspor perusahaan harus menyalurkan produk kelapa sawit untuk kebutuhan dalam negeri.

"Tidak ada pelarangan ekspor untuk saat ini. Aturan baru ini bukan larangan dan restriksi ekspor CPO dan produk olein," ungkap Lutfi dalam konferensi pers virtual, Selasa (18/1/2022).

Kebijakan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 02 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada 24 Januari 2022.

Beleid ini mengatur ekspor Crude Palm Oil (CPO), Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein (RBD Palm Olein), dan Used Cooking Oil (UCO) dilakukan melalui mekanisme perizinan berusaha berupa Pencatatan Ekspor (PE).
Video Player is loading.
VDO.AI

Untuk mendapatkan PE, eksportir harus memenuhi persyaratan antara lain Surat Pernyataan Mandiri yang berisi keterangan telah menyalurkan CPO, RBD Palm Olein, dan UCO untuk kebutuhan dalam negeri yang dilampirkan dengan kontrak penjualan.


Hide Ads