Seminggu terakhir Non Fungiable Token (NFT) milik Sultan Gustaf Al Ghozali menjadi bahan perbincangan publik, lantaran menghasilkan miliaran rupiah. Terlepas dari viral karya digital selfie Ghozali ada baik mengetahui lebih dulu esensi dari NFT.
"Yang lebih fenomenal ada banyak lagi kok. Cuma karena Ghozali cukup dekat dengan kita jadi cepat sekali hype di +62," ujar CEO Baliola, I Gede Putu Rahman Desyanta dalam acara d'Mentor detikcom, Rabu (20/1/2022).
Anta mengaku sempat bertemu dan bertanya langsung kepada Ghozali perihal esensi dan filosofi NFT miliknya. Alasannya, tak lain hanya untuk sekedar membuat memori perjalanan diri dibangku kuliah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia buat suatu histori hingga akhirnya foto terakhir pakai toga jadi seperti apa. Jadi niatnya bagus, mau menujukan orang tua seperti ini loh proses saya (Ghozali) sampai punya toga," Ujarnya.
Anta mengatakan, sebelum membuat NFT, sebaiknya kreator harus memiliki sebuah nilai atau makna hingga kegunaan dari karya digital. Sehingga, karya yang dibuat memberi daya tarik bagi orang banyak.
"Karena ini sama aja kayak kita jualan yang lainnya. Harus ada marketing, kemudian yang kedua ada nilai kegunaan atau entertainment misal saya taruh lagu atau musik di NFT, saya bisa menikmatinya," paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Benjamin Renhat mengatakan. Terlepas dari karya digital foto, musik juga bisa dijadikan NFT. Pembeli NFT musik bisa membeli hak atas lagu yang dibuat dari musisi.
" Bisa hak atas lagu bisa, notasi juga bisa, misal saya mau menjual notasi boleh, saya mau menjual coret-coretannya lagu juga bisa, karena ujung-ujungnya NFT adalah bentuk pencatatan, dan bentuk itu bisa dijual atau dicatat aja, lalu harganya berapa ya tergantung supply and demand," pungkas bassist band Souljah itu.
(ed/vys)