RI Kuasai Wilayah Udara Kepri-Natuna, Ini 4 Hal yang Perlu Diketahui

RI Kuasai Wilayah Udara Kepri-Natuna, Ini 4 Hal yang Perlu Diketahui

Trio Hamdani - detikFinance
Rabu, 26 Jan 2022 18:00 WIB
Gelar Pasukan Latihan Operasi Dukungan Tembakan tahun 2020 Koarmada I dilakukan di Dermaga JICT II, Tanjung Priok, Jakarta. Latihan sendiri akan berlangsung di Natuna.
Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Indonesia telah mengambil alih pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR) dari Singapura, yaitu ruang udara di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna. Proses untuk mencapai kesepakatan kedua negara tidak singkat.

Peralihan pelayanan ruang udara ditandai dengan ditandatanganinya kesepakatan penyesuaian FIR oleh Budi Karya dengan Menteri Transportasi Singapura S Iswaran, di The Sanchaya Bintan, Kabupaten Bintan Kepulauan Riau, kemarin Selasa (25/1). Berikut fakta-faktanya:

1. Butuh 6 Tahun Negosiasi-50 Pertemuan

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Upaya Indonesia mengambil alih pelayanan ruang udara dari Singapura berjalan alot. Berda keterangan Budi, dibutuhkan 6 tahun negosiasi dan 50 pertemuan untuk mengambil alih pelayanan ruang udara di Kepri dan Natuna.

"Tercatat 6 tahun kami melakukan negosiasi, lebih dari 50 pertemuan kita lakukan bersama untuk mencapai itu," kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI, Rabu (26/1/2022).

ADVERTISEMENT

Lanjut mantan Direktur Utama Angkasa Pura II itu, setidaknya keinginan Indonesia mengambil alih pelayanan ruang udara di Kepri dan Natuna sudah puluhan tahun tidak bisa terwujud.

"Ini 1 legacy yang sudah 26 tahun tidak bisa dilaksanakan, dan berkat kekompakan kami, kabinet dan juga dukungan Bapak/Ibu sekalian ini bisa terlaksana dengan baik," tambahnya.

2. Bersurat ke Organisasi Penerbangan Internasional

Perjuangan Indonesia masih berlanjut. Setelah dilakukan penandatanganan kesepakatan, pemerintah secara intensif akan melakukan proses lanjut sesuai perundang-undangan yang berlaku, serta ketentuan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization/ICAO).

"Tindak lanjut itu kita ada standar internasional yang harus kita penuhi bersama-sama. Nanti kita akan membuat semacam joint letter, kita akan minta publikasi dari ICAO," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Novie Riyanto.

Indonesia dan Singapura akan membuat surat bersama-sama untuk dikirimkan ke ICAO. Kemudian di ICAO nanti akan diedarkan ke seluruh dunia untuk mengetahui apakah ada yang keberatan atas peralihan pelayanan ruang udara tersebut.

"Kita sebetulnya timeline kita as soon as possible (secepat mungkin) ya. Saya sudah bicara langsung dengan Dirjen Singapura, kita Februari akan maraton lagi untuk menyelesaikan," tuturnya.

Pada intinya, Indonesia dan Singapura sudah saling bersepakat dalam melakukan penyesuaian terhadap FIR Singapura dan FIR Jakarta. Semestinya tidak ada negara lain yang keberatan dengan itu.

3. Pendapatan Jasa Navigasi Indonesia Terkerek

Pendapatan Indonesia akan meningkat dari biaya Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan (PJNP) pasca mengambil alih pelayanan ruang udara dari Singapura.

Novie menjelaskan, selama ini ruang udara di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna dikelola oleh Singapura yang tidak menarik jasa navigasi. Mereka hanya memungut landing fee (biaya pendaratan) saja.

"Intinya yang di atas Natuna terutama yang kita kenal dengan area sektor B dan sektor C itu nggak bayar, nggak ada yang bayar karena kan masih belum diakui masuk FIR Jakarta. Begitu masuk FIR Jakarta, mereka (pengguna jasa navigasi) akan membayar, (akan) ada peningkatan dari biaya layanan," katanya.

Lanjut dia, Indonesia masih mendelegasikan kurang dari 1/3 ruang udara atau sekitar 29% yang berada di sekitar wilayah Singapura kepada Otoritas Navigasi Penerbangan Singapura secara terbatas. Itu dilakukan dengan alasan keselamatan penerbangan.

Namun, biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan pada area layanan yang didelegasikan tersebut menjadi hak Indonesia selaku pemilik ruang udara di area tersebut, sehingga aspek keselamatan tetap terjaga dan tidak ada pendapatan negara yang hilang.

4. Rincian Biaya Jasa Navigasi Indonesia

Biaya PJNP diatur lewat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 63 Tahun 2019 tentang Penetapan Biaya Pelayanan Jasa Navigasi Penerbangan.

Nah, biaya yang dikenakan Indonesia untuk pelayanan jasa navigasi penerbangan jelajah (en-route charges), untuk penerbangan dalam negeri Rp 7.000/unit rute, penerbangan luar negeri US$ 0,65, penerbangan lintas (overflying) US$ 0,65.

Sedangkan biaya pelayanan jasa navigasi penerbangan terminal (terminal navigation charges) penerbangan dalam negeri, untuk precision approach service Rp 5.500/MTOW (Ton), non precision approach service Rp 10.000, dan flight information service Rp 50.000.

Berikutnya pada penerbangan luar negeri, yaitu precision approach service US$ 0,67, non precision approach service US$ 1,21 dan flight information service US$ 6,06.

Cuan yang akan diterima Indonesia pasca peralihan FIR dari Singapura, tentunya akan tergantung dari seberapa banyak pengguna pelayanan jasa navigasi penerbangan.


Hide Ads