Jepang, kata dia, merupakan negara utama tujuan ekspor cangkang sawit nasional, dengan pangsa pasar mencapai 84,5 persen dari total ekspor cangkang sawit Indonesia. Sebab itu, pemenuhan standar GGL menjadi hal penting bagi para eksportir biomassa dari Indonesia. Selain itu, potensi ekspor tersebut juga masih terbuka, mengingat pada 2030 pemerintah Jepang berkomitmen untuk menggunakan energi baru dan terbarukan dari biomassa sebesar 24 persen dari total kebutuhan energi.
Di sisi lain, Dikki menjelaskan, peluang itu juga bakal bermanfaat untuk menambah penerimaan negara. Pasalnya, Indonesia merupakan eksportir cangkang sawit terbesar di dunia.
"Produksi cangkang sawit di Indonesia kurang lebih mencapai 12 juta ton per tahun. Namun, baru sekitar 20-25 persen dari jumlah tersebut yang diekspor ke negara-negara pengguna, sedangkan sisanya dipakai di dalam negeri untuk kebutuhan sendiri, sebagian lagi tidak digunakan karena tidak komersil," kata Dikki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, ada sekitar 2-2,5 juta ton cangkang sawit yang diekspor dari Indonesia tiap tahunnya. Dikki yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit (APCASI) menyebut, dari volume ekspor tersebut menghasilkan devisa masuk kurang lebih US$300 juta. Merujuk data Kementerian Perindustrian, pada tiga kuartal tahun lalu, ekspor sawit dari Indonesia nilainya telah mencapai US$284 juta, nilai tersebut meningkat lebih dari 24 persen (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
(fdl/fdl)