Biaya Hidup Naik, Rakyat Miskin Singapura Makin Tercekik

Biaya Hidup Naik, Rakyat Miskin Singapura Makin Tercekik

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 31 Jan 2022 13:53 WIB
Selain wahana buatan, Singapura juga menawarkan wisata kuliner dan wisata belanja untuk menarik wisatawan. Wisata jenis ini dikelola dengan sangat baik sehingga banyak menarik wisatawan. Tempat faviorit kuliner di Singapura untuk dikunjungi antara lain yaitu Orchard Road, Haji Lane untuk wisata kuliner,  Sentosa Island, Garden By The Bay, Melion, Bugis Street, Resort  World Sentosa Marine Park  dan China Town.
(Foto: Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta -

Pandemi COVID-19 kembali menyisakan dampak negatif bagi masyarakat Singapura. Biaya hidup di negara itu kembali meningkat dan menambah beban hidup bagi rakyat miskin di Singapura.

Melansir BBC, Senin (31/1/2022), biaya hidup di Singapura meningkat karena naiknya harga bahan-bahan makanan untuk nasi ayam. Seperti diketahui nasi ayam menjadi semacam makanan pokok di Singapura, terlihat dari banyaknya penjual nasi ayam di setiap food court dan pusat jajanan di negara itu.

Salah satu pedagang nasi ayam Daniel Tan mengaku telah menaikkan harga makanannya menjadi US$ 2,2. Pria yang memiliki 6 warung nasi ayam itu mengaku menaikkan harga jual karena meningkatnya harga bahan baku karena pandemei COVID-19.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Harga ayam saat ini naik 50% dan harga sayur naik lebih dari dua kali lipat sejak Januari 2020.

"Kami telah menyerap biaya untuk jangka waktu yang signifikan. Ketika pandemi melanda, pikiran pertama kami ini kondisi darurat yang hanya jangka pendek, enam bulan, mungkin satu tahun, jadi kami menahan [harga] selama yang kami bisa karena kami berharap semuanya akan berakhir," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Meski telah berupaya untuk menahan kenaikan harga nasi ayamnya, Tan mengaku tak kuat ketika tagihan listriknya juga melonjak. Terpaksa akhirnya dia memutuskan untuk menaikkan harga.

Selain itu karena adanya kebijakan lockdown dan peraturan ketenagakerjaan baru, Tan menghadapi kekurangan pekerja dan gaji yang lebih tinggi. Semua itu turut menambah biaya untuk bisnisnya.

Di sisi lain Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengatakan harga pangan global naik 28% pada 2021.

"Terakhir kali harga pangan setinggi ini terjadi pada 2011, ketika pembuat kebijakan benar-benar memperingatkan tentang krisis pangan global," kata Dr Abdul Abiad dari Asian Development Bank (ADB).

Apa penyebab kenaikan harga pangan yang kini mencekik warga Singapura? Buka halaman selanjutnya untuk dapat ulasan lebih lengkap.

Kenaikan harga harga pangan itu disebabkan oleh biaya energi yang lebih tinggi, yang mempengaruhi produksi makanan dan pupuk. Sehingga masalah rantai pasokan global semakin memperumit masalah. Bahkan di negara kaya seperti Singapura.

"Apa yang kami lihat ketika kami melakukan pengiriman dari pintu ke pintu adalah bahwa keluarga muda [dengan] suami dan istri bekerja paruh waktu adalah keluarga yang terkena dampak ketika COVID melanda," kata Nichol Ng, salah satu pendiri Food Bank Singapore.

Menurutnya 10% dari populasi termiskin di Singapura yang sekarang membutuhkan bantuan diperkirakan akan semakin bertambah.

"Ini perlahan-lahan merayap ke mungkin 20% dari populasi termasuk keluarga berpenghasilan menengah yang bahkan mungkin tidak tahu ke mana harus mendapatkan bantuan di tempat pertama," tambahnya.

Dan bukan hanya harga pangan yang lebih tinggi yang mempengaruhi mereka yang membutuhkan. Faktor lain seperti biaya kebersihan dan kesehatan yang meningkat karena pandemi COVID-19.

Selain itu, harga minyak sawit yang meningkat juga memberikan dampak pada kenaikan harga produk seperti sampo, sabun tangan, dan pembersih tangan.

"Hingga 20% dari permintaan kami sejauh ini, terutama mulai dari paruh kedua tahun lalu, telah beralih ke produk kebersihan pribadi," tambahnya.

Di tempat lain di kawasan ini, dampak harga yang lebih tinggi bahkan lebih parah. Laporan FAO terbaru menunjukkan lebih dari 375 juta orang di Asia menghadapi kelaparan pada tahun 2020, meningkat 54 juta dari tahun sebelumnya.

Pada tahun 2020, Jaringan Perbankan Pangan Global melihat jumlah orang yang membutuhkan bantuan meningkat lebih dari 130% menjadi 40 juta, setengah dari mereka tinggal di Asia.

Halaman 2 dari 2
(das/das)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads