Otto Toto Sugiri menjadi nama baru di daftar 50 orang terkaya Indonesia versi Forbes. Namun, di kancah teknologi Indonesia, dia bukanlah orang baru.
Pria yang akrab disapa Toto itu memiliki kisah panjang dan unik hingga mencapai titik kesuksesannya saat ini. Toto bercerita pada awal karirnya dia pernah berbohong kepada orang tuanya.
Ayah satu anak ini bercerita, dia berbohong kepada orang tuanya saat akan masuk ke perguruan tinggi. Saat itu, ia sangat menyukai matematika dan ingin menjadi Guru. Namun, orang tuanya tak setuju. Toto diarahkan untuk menjadi Dokter.
"Sama orang tua kita tidak perlu argue. Jadi mau mendaftar pilihan pertama kedokteran, pilihan kedua nego lagi matematika nggak boleh. Ya udahlah jadi insinyur saya masukkan elektro. Saya pikir elektro banyak matematikanya," katanya saat wawancara di kantor DCI Indonesia, dalam acara Ask d'Boss detikcom.
Kemudian, Toto pergi ke Jerman untuk mengikuti tes perguruan tinggi. Ternyata, nilai yang dihasilkan cukup untuk masuk ke jurusan kedokteran. Namun, Toto berbohong kepada orang tuanya. Dia hanya mengaku diterima di jurusan elektro.
"Di Jerman ujian tes dan lain-lain bagus hasilnya sebetulnya bisa dapat kedokteran. Tapi saya bilang aja nggak dapat, saya dapatnya elektro," ucapnya.
Setelah lulus sarjana muda di jurusan elektro. Pendiri Sigma ini mengambil S2 jurusan informatika. Toto mengaku saat itu belum terpikirkan akan menjadi apa setelah lulus kuliah.
"Jadi sempat bingung mau lulus ini, stop nggak diselesaikan dulu, sampai akhirnya nggak enak sama orang tua ditanyain kapan lulus sekolahnya," jelasnya.
Setelah berhasil lulu, Toto terpaksa kembali ke Indonesia. Padahal dia sudah mulai bekerja di Jerman. Ia rela meninggalkan pekerjaannya dan kembali pulang ke Indonesia karena menerima kabar ibunya sakit.
"Proses pulangnya nggak sengaja karena ibu saya sakit. Jadi saya pulang lihat sakitnya cukup parah saya lepas deh kerjaan di sana dan temani ibu saya berobat hampir setahun sampai ibu saya meninggal," katanya.
Simak juga Video: Harta Elon Musk Kini Tembus Rp 4.000 Triliun!
(eds/eds)