Setelah lama di Indonesia, Toto memutuskan untuk berkarir di Indonesia. Namun, dia sempat kesulitan mendapatkan kerja dengan latar belakang menjadi programmer.
Saat itu tahun 1981 atau 1982 belum ada perusahaan yang membutuhkan programmer. Bahkan dia bilang hanya ada dua perusahaan di Jakarta yang memiliki komputer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seiring berjalannya waktu, Toto ikut berkecimpung ke perusahaan keluarganya yakni Bank Bali. Di sana, Toto bertugas membuat software untuk bank tersebut. Di perusahaan itu, Toto hanya bertahan enam tahun, tepatnya sampai tahun 1989.
Pada kesempatan itu, Toto dengan sejumlah rekannya membangun perusahaan pertama bernama Sigma Cipta Caraka.Saat itu, perusahaannya hanya untuk membuat software, belum menuju layanan data center.
Tak berjalan mulus begitu saja, bisnis Toto juga mendapatkan dampak yang luar biasa saat krisis 1998. Saat itu, mayoritas konsumen Sigma adalah bank yang kala itu banyak yang mengalami kebangkrutan.
"Tetapi perusahaan kita nggak apa-apa. Karena kita nggak punya utang, punya cukup tabungan untuk lebih survive. sampai satu titik 98 itu sudah deh simplelah pemikirannya, capek nih ngeluh mulu," ucapnya.
Baca juga: 4 Sultan Baru di Indonesia |
Melihat krisis yang berpengaruh sekali pada bisnis perusahaan. Toto membentuk Bali Camp, sebuah software developer campus dan merekrut programmer. Lagi-lagi, tidak berjalan mulus juga. Bali Camp harus tutup setelah tragedi Bom Bali 2002.
Kemudian pada 2008, Toto memutuskan menjual 80% sahamnya di Sigma ke Telekomunikasi Indonesia (Telkom) senilai US$ 35 juta. Dua tahun kemudian dia menjual Sigma hingga berpikir mau pensiun. Demikian dikutip dari Forbes.
Kesempatan kembali diambil oleh Toto saat 2011, kala itu pemerintah membuka pintu untuk memperkuat pusat data negara.
Toto pun meluncurkan PT DCI Indonesia. Untuk menarik klien terbesar dan terbaik, ia memastikan DCI mendapatkan sertifikasi Tier IV, klasifikasi tertinggi industri pusat data global pada tahun 2014.
Kini, Toto tercantum dalam daftar orang terkaya nomor 19 di Indonesia. Forbes mencatat jumlah hartanya mencapai US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 35 triliun (kurs Rp 14.300).
(eds/eds)