Bantu Rusia Lawan AS dan Eropa, China Sampai Korbankan Ekonominya?

Bantu Rusia Lawan AS dan Eropa, China Sampai Korbankan Ekonominya?

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 08 Feb 2022 19:00 WIB
Dampak ekonomi wabah virus corona bisa lebih buruk daripada yang diperkirakan
Foto: Ap Photo
Jakarta -

Dunia sedang menghadapi ketegangan lantaran Rusia disebut-sebut bakal menginvasi Ukraina. Amerika Serikat dan Eropa pun turun tangan dan siap memberikan hukuman kepada Rusia jika negara yang dipimpin oleh Presiden Vladimir Putin itu benar-benar melakukan agresi ke Ukraina.

Rusia sendiri memiliki kedekatan dengan China yang kini dipimpin oleh Presiden Xi Jinping. Akankah Negeri Tirai Bambu membantu Rusia menghadapi ancaman AS dan Eropa?

Tampaknya Putin tak bisa berharap banyak pada Xi untuk membantu negaranya dalam menghadapi ancaman tersebut. Hubungan diplomatik dan militer Beijing dengan Moskow mungkin kuat, tetapi kesetiaan ekonominya jauh lebih kompleks. Demikian disadur detikcom dari CNN, Selasa (8/2/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua pemimpin negara tersebut menggelar pertemuan pada Jumat saat Olimpiade Musim Dingin Beijing dimulai. Pemerintah Rusia menggambarkan pertemuan itu sebagai pertemuan yang hangat dan konstruktif, dan Putin maupun Xi sepakat untuk memperdalam kerja sama mereka. Raksasa minyak Rusia, Rosneft mengatakan telah setuju untuk meningkatkan pasokan ke China selama dekade berikutnya.

"Bekerja bersama, kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil... dan berdiri bersama melawan risiko dan tantangan hari ini," tulis Putin dalam op-ed yang diterbitkan Kamis oleh Xinhua.

ADVERTISEMENT

Jika Rusia melakukan invasi ke Ukraina mungkin risiko-risiko itu akan besar. Namun Rusia telah membantah bahwa mereka memiliki niat untuk melakukan hal tersebut. Tetapi anggota parlemen AS mengancam akan memberikan sanksi kepada Rusia jika berani melakukan invasi ke Ukraina. Para pemimpin Eropa juga sedang mempersiapkan hukuman.

China dan Rusia setidaknya punya 'musuh' yang sama, yaitu Barat. Negeri Tirai Bambu telah menyatakan dukungan diplomatik untuk sekutunya. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan Jumat setelah pertemuan mereka, Xi dan Putin mengatakan kedua pihak menentang pembesaran lebih lanjut NATO. Rusia khawatir Ukraina dapat bergabung dengan aliansi tersebut.

"Xi hampir pasti yakin ada kepentingan strategis dalam mendukung Rusia," kata Craig Singleton, rekan senior China di Foundation for Defense of Democracies yang berbasis di DC. Dia menunjukkan bahwa China tetap berselisih permanen dengan Amerika Serikat.

Menurut Alexander Gabuev, rekan senior dan ketua Rusia di Program Asia-Pasifik di Carnegie Moscow Center, sudah ada beberapa bukti bahwa ketegangan dengan Barat telah memperdalam kerja sama antara China dan Rusia. Dia mengutip kesepakatan senjata, pengembangan senjata bersama, dan peningkatan jumlah latihan bersama antara kedua kekuatan.

China dinilai tidak akan rela membela Rusia sampai mengorbankan perekonomiannya.

Hingga kini pun tidak jelas seberapa jauh kerja sama kedua negara akan meluas ke kerja sama ekonomi untuk menghadapi sanksi keras AS dan Eropa. Tapi Rusia sangat bergantung pada China untuk perdagangan, meskipun tidak demikian untuk China.

Rusia membutuhkan China untuk perdagangan. Namun China memiliki prioritas lain. China adalah mitra dagang nomor 1 Rusia, menyumbang 16% dari nilai perdagangan luar negerinya, menurut perhitungan CNN Business berdasarkan angka tahun 2020 dari Organisasi Perdagangan Dunia dan data bea cukai China.

Perdagangan antara kedua negara hanya 2% dari total volume perdagangan China. Uni Eropa dan Amerika Serikat memiliki nilai yang jauh lebih besar.

"Beijing harus sangat berhati-hati dalam menghadapi konflik antara NATO dan Rusia atas Ukraina," kata Alex Capri, seorang peneliti di Hinrich Foundation.

"Hubungan ekonomi China saat ini dengan Rusia, termasuk kebutuhan energinya, tidak menjamin Beijing mengambil risiko keterasingan dan serangan balasan lebih lanjut dari Washington dan sekutunya. Ini bisa kembali menghantui Beijing nanti," paparnya.

Otoritas Barat tahu taruhannya tinggi untuk China. Bulan lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memperingatkan Beijing bahwa invasi ke Ukraina akan menciptakan risiko keamanan dan ekonomi global yang juga dapat merugikan China.

Ekonomi China sudah berjuang, yang dapat mempersulit Beijing untuk memperdalam hubungan dengan Moskow atau bahkan memenuhi janji yang telah dibuatnya, seperti perjanjian baru-baru ini untuk meningkatkan perdagangan China-Rusia menjadi US$ 200 miliar pada tahun 2024, sekitar US$ 50 miliar per tahun.

Dana Moneter Internasional memperkirakan ekonomi China tumbuh hanya 4,8% tahun ini, turun dari 8% pada tahun 2021. Krisis real estat dan belanja konsumen yang lemah menyeret tingkat pertumbuhan ke bawah.

Singleton mengatakan bahwa krisis yang meningkat di Ukraina hampir pasti akan mengejutkan pasar energi dan logam, sehingga sangat membebani ekonomi global. Keadaan darurat semacam itu, ditambah dengan kebijakan ketat nol-COVID China dapat mempercepat perlambatan ekonomi China yang sudah cepat.


Hide Ads