Mengurangi Mobilitas Masyarakat
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, mengatakan ketika mencapai puncak pandemi memang akan mengurangi mobilitas masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harusnya sekarang memang sudah ada pembatasan yang lebih ketat mengingat tambahan kasus positif sudah mencapai 50 persen lebih. Tapi, nampaknya pemerintah masih tidak terlalu khawatir dengan kondisi omicron saat ini, karena juga gak berdampak kepada kasus rawat di rumah sakit kok. Makanya mobilitas masyarakat masih lumayan tinggi," ujar Nailul kepada detikcom, Minggu (02/13/2022).
Ketika diperkirakan mencapai puncak, ia memprediksi ekonomi memang akan melambat, namun tidak terlalu dalam. Faktornya ada dua penyebab konsumsi melambat, pertama orang takut tertular, kedua adalah PHK karena usaha pada tutup.
Nampaknya faktor kedua tidak terjadi pada kasus Omicron, karena pemerintah lebih memilih tidak terlalu ketat menanggapi situasinya, demi ekonomi karena dunia usaha dan bisnis tetap berjalan.
Sementara itu dalam lingkup dunia usaha, Nailul menjelaskan, kebijakan pemerintah tampaknya tak terlalu berpengaruh, hal itu bisa dilihat dari tidak terlalu ketatnya PPKM level 3 ini.
Di sisi lain, masyarakat juga dihimbau untuk lebih tetap menjaga prokes, dan meminimalisir kegiatan lapangan yang bisa dilakukan secara online.
"Namun, saat ini harus disiasati juga dengan pengetatan kegiatan. Misal rajin untuk cek swab dan sebagainya agar tidak terjadi outbreak. Dan jika diketatkan lagi mobilitas, maka yang bisa dilakukan dunia usaha kalau bisa online ya online sih. Tapi, kalau untuk pabrik saya rasa prokes ketat jadi pilihan utama," imbuhnya.
Seberapa besar kemungkinan risiko terjadinya PHK?
Executive Director Lembaga Riset Independen dan Otonom INDEF, Tauhid Ahmad mengatakan, kemungkinan terjadinya PHK ada, namun jumlahnya cukup kecil.
"Kalau dibilang tidak ada, saya kira ada. Namun, dampak dan jumlahnya tidak sebesar varian Delta kemarin, karena periodenya ini lebih singkat," ujarnya.
Menurutnya, puncak Omicron sangat singkat dan implikasi penurunan omset maupun pekerjanya, tidak sebesar tahun 2021 yang lalu.
Senada dengan Tauhid, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah juga menjelaskan bahwa risiko terjadinya PHK sesungguhnya sangat kecil.
"PHK itu juga bukan pilihan yang baik. Gelombang ketiga itu kan diperkirakan berlangsung singkat. Kalaupun terpaksa dilakukan pengetatan PPKM, ya perusahaan-perusahaan tidak perlu melakukan PHK," jelasnya.
Lebih lanjut, Pitter juga menganggap apabila PHK dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang masih sehat secara finansial, itu justru termasuk hal yang merugikan.
"Biaya PHK itu besar, dan nantinya mereka harus merekrut kembali karyawan ketika pandemi sudah mereda dalam waktu singkat. Tidak ada kebutuhan untuk melakukan PHK," tutupnya.
Simak Video "Kata Menkes soal Asal-Usul Covid-19 Varian EG.5 Masuk RI"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)