Kedelai Impor Ancam Harga Tahu dan Tempe Naik, Produk Lokal Kenapa?

Kedelai Impor Ancam Harga Tahu dan Tempe Naik, Produk Lokal Kenapa?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 14 Feb 2022 12:14 WIB
Pekerja membuat tempe di Kampung Pejaten, Kramatwatu, Serang, Banten, Rabu (12/1/2022). Pengusaha tahu tempe mengeluhkan harga kedelai yang kembali melonjak naik sejak seminggu terakhir dari Rp10.250 menjadi Rp10.750 per kilogram karena makin menyulitkan upaya mereka untuk bangkit di masa pandemi. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/foc.
Ilustrasi/Foto: ANTARA FOTO/ASEP FATHULRAHMAN

Kedelai Lokal Bisa Dipakai

Jawabannya bisa, namun menurut Aip tak memungkinkan. Hal itu karena jumlah produksi kedelai lokal jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan para perajin.

Padahal menurutnya, menjelang tahun 90-an Indonesia mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri tanpa perlu impor. Namun kini, dia pun bingung kenapa produksi kedelai lokal tak bisa seperti itu lagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pernah kejadian di 1988, 1989, sampai 1992 kayaknya, itu seluruh kedelai diproduksi dalam negeri. Kebutuhan kala itu kira-kira 2 juta ton. Waktu itu kedelai dikelola Bulog, nah sehingga dengan demikian mampu memenuhi lokal," ungkap Aip.

"Sekarang ini kenapa tidak bisa? Silakan tanya aja ke Kementerian Pertanian ada apa ini kita juga bingung," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dia pun mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian untuk mendorong produktivitas produksi kedelai lokal. Tak muluk-muluk, pihak Aip hanya meminta agar kedelai untuk kebutuhan pembuatan tahu bisa dipenuhi dari kedelai lokal.

Dari total 3 juta kebutuhan kedelai tahunan untuk perajin tahu dan tempe, kebutuhan untuk tahu sebesar 1 juta per tahun selebihnya adalah untuk tempe.

"Maka kami minta untuk tingkatkan hasil kedelai lokal. Kami sudah lobi Menteri Pertanian untuk meminta peningkatan kedelai lokal mencapai 1 juta ton, setidaknya buat penuhi kebutuhan tahu saja 1 juta ton," ungkap Aip.

Kedelai Lokal Kurang Baik

Selain kurangnya ketersediaan kedelai, Aip juga mengatakan sejauh ini standardisasi hasil panen kedelai belum ada. Hasil panen kedelai lokal dinilai lebih jelek daripada yang impor, padahal kalau bicara kualitas kandungannya kedelai lokal lebih juara menurut Aip.'

"Sekarang juga kedelai lokal ini yang ada pun kualitasnya jelek, kurang dibenahi. Kadang-kadang yang kita terima aja bisa terlalu tua terlalu muda. Pas dijual ke kami juga masih kotor, ada ranting, daun, tanah dibungkus kain sembarangan. Nggak ada standardisasi," sebut Aip.

"Padahal kalau kandungannya lebih bagus kedelai lokal, buat bikin tahu juga bagus buat kedelai lokal," ungkapnya.


(hal/ara)

Hide Ads