Putra Presiden ke-2 Soeharto, Bambang Trihatmodjo kembali menelan pil pahit. Sebab, upayanya melawan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait utang SEA Games 1997 kandas setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan.
Dengan demikian, Bambang harus membayar utang yang mencapai Rp 68 miliar tersebut.
"Tolak," demikian bunyi putusan MA yang dilansir dari websitenya, Jumat (18/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duduk sebagai ketua majelis Irfan Fachruddin dengan anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono. Sebagai tergugat adalah Menteri Keuangan RI.
"Tanggal putus 15 Februari 2022," demikian putus majelis dengan panitera pengganti Dewi Asimah.
Kasus ini bermula saat SEA Games di Jakarta pada 1997. Bambang saat itu menjadi Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara (KMP) SEA Games 1997. Teknis pelaksanaannya dilakukan oleh PT Tata Insani Mukti.
Ayah Bambang, yang kala itu menjadi Presiden RI, menggelontorkan uang Rp 35 miliar untuk konsorsium tersebut lewat jalur Bantuan Presiden (Banpres). Dana tersebut adalah dana non-APBN dari dana reboisasi Departemen Kehutanan yang dipakai Kemensetneg.
Setelah hajatan SEA Games selesai dan Soeharto tumbang, Bambang diminta mengembalikan dana tersebut ke negara ditambah bunga 5% per tahun. Tagihan membengkak menjadi Rp 50 miliar.
Awalnya, Sri Mulyani mencekal Bambang Trihatmodjo ke luar negeri. Bambang Trihatmodjo tidak terima dan menggugat ke PTUN Jakarta dan kalah.
Pada pengujung 2019, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani menagih Bambang untuk melunasi utang itu. Namun, Bambang Trihatmodjo mengelak membayarnya dengan sejumlah alasan.
Gugatan Bambang Trihatmodjo di PTUN Jakarta kandas. Di sisi lain, Bambang Trihatmodjo menggugat PT Tata Insani Mukti ke PN Jaksel dengan hasil perdamaian.
Bambang Trihatmodjo kemudian menggugat Sri Mulyani ke PTUN Jakarta berkali-kali tapi tidak pernah membuahkan hasil.
(acd/eds)