Permintaan pertama para perajin adalah harga tempe dan tahu dinaikkan. Sejauh ini Kementerian Perdagangan sendiri sudah mengumumkan hal itu.
"Dengan adanya pengumuman dari Kemendag (Kementerian Perdagangan) soal harga tempe dan tahu naik supaya itu menolong untuk kita," ungkap Aip.
Kedua, pihaknya meminta agar harga kedelai tidak naik setiap hari. Melanjutkan permintaan kedua, pihaknya juga ingin harga kedelai bisa distabilkan selama 1-3 bulan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketiga, kami minta harganya stabil, setidaknya dalam waktu sebulan sampai 3 bulan," kata Aip.
Keempat, Aip meminta agar pemerintah membentuk skema subsidi kedelai kepada perajin tahu dan tempe. Dia meminta ada batas maksimal harga kedelai bagi perajin tahu dan tempe.
Dia bilang perajin setuju apabila harga kedelai dipatok maksimal di kisaran Rp 9-10 ribu per kilogram. Sementara harga kedelai saat ini sudah mencapai Rp 11-12 ribu per kilogram di tingkat perajin.
"Kami kalau boleh minta diberikan subsidi. Kita minta beli maksimal 10 ribu aja per kilo, itu sudah diterima di perajin," ungkap Aip.
Perlu diketahui, produksi tahu dan tempe di Indonesia sendiri memang bergantung pada kedelai impor. Bila kedelai sebagai bahan baku naik harganya, otomatis biaya produksi perajin akan mengalami kenaikan.
Aip sendiri pernah mengatakan 90% kebutuhan kedelai untuk produksi tempe dan tahu dipenuhi dari kedelai impor. Makanya saat harga kedelai mahal, harga tahu dan tempe juga ikutan mahal.
"Dari 3 juta ton per tahun kebutuhan kedelai untuk tahu dan tempe, 90% itu impor. Produk lokal 300-400 ribu ton per tahun. Makanya harga kami ikuti global, jadi ya kalau dia mahal ya kami mahal," ungkap Aip kepada detikcom, Senin (14/2/2022).
Menurut Aip kedelai lokal bisa digunakan untuk memproduksi tahu dan tempe, tapi hal itu tidak memungkinkan. Alasannya, pertama karena jumlah produksi kedelai lokal jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan para perajin.
Simak Video "Harga Kedelai Naik Lagi, Perajin Tahu Tempe Bandung akan Mogok Produksi"
[Gambas:Video 20detik]
(hal/zlf)