Hal senada diungkap, Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia (CORE) Yusuf Rendy Manilet. Dia mengatakan, perang Rusia dan Ukraina akan memberikan perubahan pada ekonomi global, terutama dipicu oleh harga komoditas.
"Kita melihat sebenarnya Rusia ini merupakan selain produsen minyak terbesar dunia, dia juga produsen gas, dan juga komoditas-komoditas penting digunakan oleh beberapa negara di Eropa terutama mungkin di Eropa Timur," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perang, lanjutnya, menimbulkan ketidakpastian terutama dari sisi pasokan. Menurutnya, ketidakpastian dari sisi pasokan akan menimbulkan kenaikan harga. Dia bilang, harga minyak yang melonjak akan diikuti oleh komoditas lain.
"Dengan ketidakpastian ini akan mengerek harga komoditas terutama mungkin minyak. Dan juga komoditas yang mungkin secara tidak langsung tidak berhubungan dengan Rusia tapi dia ada hubungan tidak langsung. Karena kalau bicara pengalaman tahun lalu ketika krisis energi terjadi di Eropa itu kan harga batu bara melonjak tinggi," terangnya.
Harga komoditas yang tinggi juga berdampak pada perekonomian di negara-negara tertentu. Tingginya harga gas misalnya, akan berdampak pada produksi terutama industri.
"Saya kira juga pada muaranya, ujung-ujungnya akan berdampak proses pemulihan ekonomi global itu sendiri," katanya.
Tak cuma itu, perang Rusia dan Ukraina akan merembet juga ke pasar keuangan. "Lebih kepada sentimen kalau di pasar keuangan, artinya ini akan menekan pemulihan, harga minyak akan lebih tinggi. Sentimen-sentimen yang sebenarnya tidak terlalu bagus buat pasar keuangan," ujarnya.
(acd/ara)